Ada Politikus yang Sengaja Memanfaatkan Agama dan Radikalisme
Selain itu, radikalisme yang menginginkan perubahan secara inkonstitusional adalah ancaman tersendiri bagi negara.
“Dari paham radikalisme ini pula lahir terorisme. Terorisme itu hilirnya, sementara radikalisme itu hulu. Semua teroris berpaham radikal, tetapi tidak semua radikal akan jadi teroris,” ucapnya.
Untuk itu, Ahmad meminta masyarakat waspada dan jangan takut. Karena ketakutan yang diharapkan terorisme dan radikalisme.
Pada kesempatan yang sama, mantan Komandan Negara Islam Indonesia (NII) Ken Setiawan menyebut radikalisme adalah politik berkedok agama dengan bentuk organisasi sebagai alat propaganda.
Pernyataan pendiri NII Crisis Center ini tidak lepas dari pengalamannya sebagai mantan komandan NII.
“Saat itu, bisa dikatakan saya mabuk agama. Mengkaji kitab suci sesuai kebutuhan. Misalnya, menghalalkan segala cara untuk menghimpun dana atas nama agama,” ucapnya.
Ken juga menyebut gerakan radikalisme cukup subur pada masa sebelum Joko Widodo menjabat sebagai presiden.
Dia menyinggung soal eksistensi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).
Penganut radikalisme muncul karena adanya politisasi agama yang dilakukan kaum antipemerintah.
- Jemaah Islamiyah Kembali Berulah, Dua Polisi Malaysia Tewas di Markas
- BNPT: Keterlibatan Perempuan dan Anak dalam Terorisme jadi Tantangan Pemerintahan Baru
- Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Delegasi Selandia Baru
- BNPT Gelar Asesmen Objek Vital dan Sosialisasi di PLTDG Bali
- BNPT Serahkan Sertifikat Penerapan Standar Minimum Pengamanan untuk 18 Pengelola Objek Vital
- Indonesia Jalin Program Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Uni Eropa