Ada Premanisme DPR kepada KPK, Untung Pak SBY Bukan Preman

Ada Premanisme DPR kepada KPK, Untung Pak SBY Bukan Preman
Peneliti ICW Donal Fariz dan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat dalam diskusi bertema 'Meriam DPR untuk KPK' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (6/5). Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz  menilai pengusulan hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sarat kejanggalan. Dia mencurigai langkah DPR meloloskan usul penggunaan hak angket sebenarnya tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Merujuk pasal 119 UU MD3 maka syarat penggunaan hak angket adalah diusulkan oleh minimal 25 anggota DPR. Namun, Donal mengaku memperoleh informasi bahwa pengusul angket tak sampai 25 orang.

“Yang beredar di saya, itu hanya ada 16 pengusul. Setelah angket (disetujui paripurna, red) baru ada 26 orang,” kata dia saat diskusi Meriam DPR untuk KPK di Jakarta, Sabtu (6/5).

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW itu menuturkan, mekanisme di dalam Tata Tertib DPR Nomor 1 tahun 2014 juga tidak dijalankan. Dia menjelaskan, ketika tidak mencapai musyawarah mufakat, maka harus dilakukan voting.

“Berapa anggota DPR yang setuju angket kemarin pasti tidak tahu karena tidak pernah dihitung,” ujarnya dengan nada menyesal.

Karenanya Donal menilai angket itu sebagai bentuk teror terhadap KPK. “Premanisme kepada KPK,” tegasnya.

Donal menjelaskan, ada dua metode premanisme yang dilakukan kepada KPK belakangan ini. Pertama, berupa penyerangan secara fisik kepada penyidik KPK Novel Baswedan yang hingga kini belum diketahui pelakunya.

Sedangkan bentuk lainnya adalah premanisme poltik dalam hak angket. Dia menyebut DPR melakukan premanisme politik.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz  menilai pengusulan hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sarat

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News