Ada Siswa Gantung Diri, FSGI Desak PJJ Dievaluasi

Ada Siswa Gantung Diri, FSGI Desak PJJ Dievaluasi
Ilustrasi gantung diri. Grafis: Sultan Amanda Syahidatullah/JPNN.com

"Ibu korban sempat berkomunikasi dengan pihak sekolah terkait beratnya penugasan sehingga anaknya mengalami kesulitan, namun pihak sekolah hanya bisa memberikan keringanan waktu pengumpulan, tetapi tidak membantu kesulitan belajar yang dialami ananda," ungkap Heru di Jakarta, Jumat (30/10). 

Meskipun diketahui motif seorang remaja yang bunuh diri tidak pernah tunggal, artinya selain karena dugaan stres oleh PJJ (pembelajaran jarak jauh) tentu ada motif lainnya.

Namun, yang pasti ada dugaan kuat motifnya karena kesulitan dan beban menjalani PJJ. 

Heru menyebutkan, kasus Siswa SMP  (15 tahun) di Tarakan yang bunuh diri  pada 27 Oktober 2020 karena PJJ bukan kasus pertama. 

Sebelumnya, di bulan yang sama, siswi  (17 tahun) di Kabupaten Gowa  juga bunuh diri karena depresi menghadapi  tugas-tugas sekolah yang menumpuk selama PJJ fase kedua.  

Sedangkan pada September 2020, seorang siswa SD (8 tahun) mengalami penganiayaan dari orang tuanya sendiri karena sulit diajari PJJ.

Ada 3 nyawa anak yang menjadi korban karena beratnya PJJ selama pandemi.

Atas kejadian itu, FSGI mendesak pemerintah pusat dan daerah melakukan evaluasi menyeluruh dari pelaksanaan PJJ  fase kedua yang sudah berlangsung  hampir satu semester ini.

Ada siswa di Tarakan bunuh diri, FSGI mendesak pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh palaksanaan pembelajaran jarak jauh alias PJJ.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News