Akademisi Uncen Curiga Aktivis HAM di Papua Dendam terhadap Aparat Keamanan

Akademisi Uncen Curiga Aktivis HAM di Papua Dendam terhadap Aparat Keamanan
Akademisi Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung. Foto: Ridwan/JPNN.com

jpnn.com, JAYAPURA - Akademisi Universitas Cenderawasih Jayapura Marinus Yaung menilai para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua sangat diskriminatif.

Menurutnya para pegiat HAM di Papua hanya berbicara ketika warga lokal yang menjadi korban kekerasan atau pembunuhan.

“Ketika warga non-lokal atau pendatang menjadi korban, mereka diam seribu bahasa dan tidak berbicara seakan mereka buta,” ucapnya Marinus Yaung dihubungi di Jayapura, Sabtu (16/4) pagi.

Contoh kecil diutarakan Marinus, yakni ketika tenaga kesehatan, guru, dan tukang ojek bahkan fasilitas penunjang masyakakat menjadi korban kebrutalan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), tidak terdengar suara para aktivis HAM di Papua.

“Ketika ada hak hidup seseorang dirampas, seharusnya pegiat HAM beridiri di depan, berbicara dan mengutuk aksi itu, tetapi nyatanya apa? Diam dan tidak berkomentar,” tegasnya.

Padahal setiap warga negara yang hidup di Papua memiliki hak sama, bukan hanya warga lokal saja.

“Jangan banding-bandingkan dia orang Papua atau tidak, intinya setiap warga negara yang hidup di Papua memiliki hak yang sama,” tegasnya.

Marinus menduga para aktivis HAM yang diskriminatif ini memiliki dendam tersendiri terhadap aparat keamanan dan negara sehingga setiap tindakan mereka sangat subjektif.

Akademi dari Uncen Marinus Yaung menilai para aktivis HAM di Papua tidak objektif dan diskriminatif karena punya dendam terhadap aparat keamanan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News