Aksi Keji Tentara Jepang di Pulau Bangka Saat Perang Dunia II Akhirnya Terungkap
Vivian Bullwinkel, yang ketika itu berusia 26 tahun dan bekerja sebagai perawat di Australian Army Nursing Service asal Broken Hill, adalah satu-satunya yang selamat.
Vivian menceritakan pengalamannya kepada seorang wartawan Australia di akhir perang dunia kedua.
"Perempuan di sekeliling saya berteriak, tubuh mereka kaku dan kemudian tenggelam."
"Saya mendapat tembakan di sisi kiri. Kehilangan kesadaran dan ketika terbangun lagi berada di tengah mayat-mayat. Tidak begitu sadar apa yang saya lakukan, saya berusaha masuk ke hutan, lalu pingsan lagi karena kehilangan banyak darah."
Cerita resmi mengenai apa yang terjadi kepadanya di pantai tersebut, kemudian menjadi tawanan perang Jepang selama bertahun-tahun, selalu menyisakan kengerian yang kelam.
Selama puluhan tahun, kepahitan dari kebenaran yang dideritanya telah disensor, terutama oleh anggota militer pria yang memikirkan reputasi perempuan, dari sisi rasa malu pribadi dan nasional.
Tapi ini bukan cerita tentang rasa malu yang dialami Vivian, karena rasa malu itu harusnya dimiliki para pelaku.
Justru rincian dari apa yang dialaminya menegaskan reputasinya sebagai perempuan kuat dan berani, membuat kita merenung soal keberanian apa yang ia gunakan untuk bisa bertahan dan membuatnya kuat sepanjang hidupnya.
Vivian Bullwinkel adalah satu-satunya yang selamat dari pembantaian tentara Jepang di Pulau Bangka
- Dunia Hari Ini: Jalan Raya di Guangdong Runtuh, 24 Orang Tewas
- Banyak Pekerja Start-Up yang Belum Tahu Haknya Sebagai Buruh
- Dunia Hari Ini: Ratusan Ribu Buruh Indonesia Turun ke Jalan Rayakan May Day
- Dunia Hari Ini: Aktivitas Gunung Ruang Kembali Meningkat
- Dunia Hari Ini: Tornado Tewaskan 4 Orang di Oklahoma
- Dick Tamimi: Sosok di Balik Band Dara Puspita yang Pernah Dituduh Menyelundupkan Emas