Aksi Keji Tentara Jepang di Pulau Bangka Saat Perang Dunia II Akhirnya Terungkap

"Saya menerima surat Anda tadi malam. Saya senang Anda mau menulis dan menceritakan mengenai Buddy."
"Kami patah hati karena kehilangan dirinya. Kami sudah berharap selama tiga setengah tahun kalau dia tiba-tiba akan muncul di satu hari. Namun tidak akan terjadi."
Vivian pernah mengunjungi keluarga Bud di Wangaratta, negara bagian Victoria.
"Saya bisa membayangkan dia duduk sambil minum teh dan makan kue dan melihat kesedihan wajah keluarga," kata Georgina, yang sekarang menulis sebuah buku berjudul 'Back to Bangka: Searching for the truth about the wartime massacre of my great-aunt Bud'.
"Bisa dipahami ia ingin memberikan mereka rasa tenang," katanya menambahkan.
"Itulah mengapa dia membangun narasi jika kematian para perawat tampak bermartabat, di mana para perawat berjalan ke tengah laut dengan tegar, tak ada seorang pun yang menangis dan meminta ampun."
Dalam wawancara untuk program dokumenter ABC yang direkam sebelum kematiannya di tahun 2000, Vivian pernah menggambarkan saat-saat terakhir ketika mereka dibantai oleh tentara Jepang.
"Kami hanya saling melihat dan mengatakan, 'mereka tidak akan menahan kita'."
Vivian Bullwinkel adalah satu-satunya yang selamat dari pembantaian tentara Jepang di Pulau Bangka
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan
- 2 Mei 1945 dan Kisah Muslim Pahlawan Pengibar Bendera Palu Arit
- Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Sepakat untuk Membangun Kembali Ukraina
- Dunia Hari Ini: Pakistan Tuding India Rencanakan Serangan Militer ke Negaranya
- Dunia Hari Ini: PM Terpilih Kanada Minta Waspadai Ancaman AS
- Dunia Hari Ini: Sebuah Mobil Tabrak Festival di Kanada, 11 Orang Tewas