Al Araf Sebut Prabowo-Gibran Bisa Bawa Demokrasi Lebih Kelam dari Era Soeharto

Al Araf Sebut Prabowo-Gibran Bisa Bawa Demokrasi Lebih Kelam dari Era Soeharto
Pengamat militer dari Centra Initiative Al Araf. Foto: Source for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat militer dari Centra Initiative Al Araf menilai paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bisa membawa negara ini menuju kehancuran demokrasi. Al Araf mengajak masyarakat sipil menolak paslon tersebut memimpin Indonesia ke depannya.

Dia mengatakan kehadiran Prabowo Subianto merupakan sinyal bahwa potensi kembalinya junta militer sangat besar dan mengancam kehidupan demokrasi yang susah payah diperjuangkan saat reformasi 1998.

Hal itu disampaikannya saat menghadiri peluncuran 'Buku Hitam Prabowo, Sejarah Kelam Reformasi 1998' yang ditulis oleh Buya Azwar Furgudyama, aktivis Gerak 98 di kawasan Jakarta Selatan, Minggu (10/12).

"Buku ini menjadi cermin bagi kita semua untuk berkaca kembali ke masa transisi politik reformasi 98. Di mana saat itu, merupakan fase kritis apakah kita dapat mengubah otoriterianisme menjadi demokrasi. Dua dekade lebih kita dapat melalui itu," kata dia.

Al Araf menilai apa yang disajikan di buku ini sejalan dengan realitas perjalanan demokrasi. Dia mengatakan ada upaya untuk mengembalikan maruah Suhartoisme dalam konteks pemilu.

"Di mana Prabowo Subianto yang mempunyai riwayat kelam, bersanding dengan Gibran Rakabuming Raka, saat ayahnya masih aktif menjabat presiden," kata dia.

Dia menambahkan situasi itu menjadi sinyal bagi semua pihak bahwa demokrasi mengalami regresi, bahkan berpotensi menguatnya paham militerisme seperti halnya di masa Orde Baru.

"Salah satu semangat reformasi adalah memisahkan peran TNI untuk kembali kepada fungsi utamanya, yaitu pertahanan. Di masa Soeharto, diktatur militer begitu kuat dan mencengkeram kebebasan sipil. Bahkan tidak sedikit aktivis demokrasi yang meregang nyawa untuk menyuarakan dan memperjuangkan kebebasan sipil itu," kata dia.

Al Araf mengatakan kehadiran Prabowo Subianto merupakan sinyal bahwa potensi kembalinya junta militer sangat besar dan mengancam kehidupan demokrasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News