Aliansi Masyarakat Pemerhati MK Menilai Ada Upaya Mendelegitimasi Mahkamah Konstitusi

Aliansi Masyarakat Pemerhati MK Menilai Ada Upaya Mendelegitimasi Mahkamah Konstitusi
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta. Foto: Natalia Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Aliansi Masyarakat Pemerhati MK Guy Rangga Boro angkat bicara setelah muncul laporan berkaitan dengan putusan di Mahkamah Konstitusi ke Polda Metro Jaya.

Rangga menyebut para pengadil di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menjalankan tugas seperti memutuskan sebuah perkara pada dasarnya dilindungi oleh UUD NKRI Tahun 1945, UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, serta UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

"Berdasarkan hukum, hakim MK bebas dan merdeka dalam menjalankan kekuasaan kehakiman serta tidak boleh diintervensi oleh siapa pun dan dalam bentuk apa pun,” ujar Rangga kepada wartawan, Selasa (21/2).

Dia menyatakan aturan itu sebenarnya menjadi dasar bahwa hakim MK tidak bisa dilaporkan secara pidana.

Toh, lanjut Rangga, Pasal 6 Ayat 2 UU MK, UU Nomor 8 Tahun 2011, UU Nomor 4 Tahun 2014, dan UU Nomor 7 Tahun 2020 telah memberi syarat bahwa Hakim MK hanya bisa diperkarakan apabila tertangkap tangan hingga melakukan pidana dengan ancaman mati.

"Oleh karena itu, terhadap hakim MK dalam mengadili dan memutus perkara, tertutup upaya apa pun baik pidana maupun perdata,” tegasnya.

Diketahui, seseorang bernama Zico melaporkan sembilan hakim MK dan dua panitera dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen.

Adapun, laporan dilayangkan Zico yang juga menjadi pemohon dalam perkara nomor 103/PUU-XX/2022 di MK.

Aliansi Masyarakat Pemerhati MK menilai sedang ada upaya untuk mendelegitimasi Mahkamah Konstitusi. Kok, bisa? Simak selengkapnya di sini. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News