Anak-anak Itu Terpaksa Menjadi Kuli di Pelabuhan
Tak tanggung-tanggung, rata-rata setiap malamnya mereka mendapatkaan uang Rp 30 ribu, dari para penumpang yang membutuhkan jasa buruh mereka.
Tidak ingin bergantung pada siapapun, menjadi alasan mengapa anak-anak itu memilih menjadi seorang buruh.
Padahal, beberapa diantara mereka adalah anak yang masih duduk di bangku sekolah.
Waktu yang digunakan mereka untuk mengangkat barang seharusnya digunakan untuk belajar.
Beberapa dari mereka memberikan alasan yang cukup masuk akal.
Seperti Arman, salah seorang siswa kelas 1 di SMA Negeri 2 Luwuk ini menceritakan mengapa dirinya bekerja sebagai buruh meski masih duduk dibangku sekolah.
Terlahir dari keluarga ekonomi pas-pasan, Arman terkadang harus berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya.
“Saya jadi buruh tidak setiap hari. Hanya saat ada keperluan saja. Sekarang saya jadi buruh lagi untuk cari uang beli sepatu. Sepatu saya sekarang sudah rusak,” ungkapnya, sembari menunggu penumpang kapal yang ingin diangkatkan bawaannya ke kapal.
SUDAH pasti, menjadi seorang buruh bukan pilihan bagi anak-anak itu. Mereka masih duduk di bangku sekolah. Namun, demi mencukupi kebutuhan sekolah
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor