Analisis Reza soal Hukuman Agus Buntung, Pria Disabilitas Pemerkosa Mahasiswi di NTB

Kondisi lahiriah itu IWAS manfaatkan untuk merebut perasaan iba dan kepercayaan target (korban), lalu dia khianati simpati para kaum hawa dengan kemudian menjahati mereka.
"Alhasil, alih-alih meringankan, pemanfaatan kondisi disabilitas sedemikian rupa oleh IWAS justru bisa menjadi hal yang memberatkan," tutur Reza.
Terlebih lagi, jika hakim menyelami beban berat yang para korban alami.
Toh, kejahatan seksual dipandang sebagai salah satu kejahatan terberat. Begitu beratnya sehingga diperkenalkan istilah rape trauma syndrome.
Lewat sebutan itu, kaum cerdik cendekia ingin menegaskan bahwa guncangan jiwa akibat kejahatan seksual sangat berbeda, bahkan jauh lebih parah, daripada trauma akibat faktor-faktor lain
"Tambah lagi ketika kepada hakim disodorkan belasan korban. Sah sudah, IWAS bisa disebut sebagai residivis," kata penyandang gelar MCrim dari University of Melbourne Australia itu.
Reza mengatakan sebutan residivis itu bukan berdasarkan berulang kali pelaku masuk penjara, melainkan berkali-kali melakukan pidana dengan sekian banyak korbannya.
Nah, dari tiga hal tadi (pengkhianatan terhadap simpati korban, efek guncangan jiwa hebat, dan banyaknya jumlah korban), Reza menilai tidak realistis jika IWAS melancarkan strategi hukum dengan target vonis bebas.
Reza Indragiri sampaikan analisis soal nasib Agus Buntung, pria disabilitas tersangka pemerkosa mahasiswi di NTB. Ada kemungkinan divonis bebas?
- 386 Jemaah Calon Haji Asal NTB Tiba di Tanah Suci Makkah
- Nasib Korban Pencabulan oleh Oknum Dokter Kandungan di Garut, Menyedihkan!
- Pelukis Disabilitas Faisal Rusdi Gelar Pameran di Taman Ismail Marzuki
- 13 Santriwati Jadi Korban Syahwat Ustadz AF
- Cabuli Murid, Pelatih Karate Terancam Denda 900 Gram Emas
- RS Persada Angkat Bicara soal Kasus Dokter AYP Melecehkan Pasien, Dukung Proses Hukum