Ancaman 'Reshuffle', Komunikasi Politik Terburuk SBY

Ancaman 'Reshuffle', Komunikasi Politik Terburuk SBY
Ancaman 'Reshuffle', Komunikasi Politik Terburuk SBY
JAKARTA - Pengamat politik dari LIPI, Ikrar Nusa Bakti menilai, komunikasi politik dengan ancaman reshuffle yang dilakukan SBY kepada pimpinan partai koalisi adalah komunikasi paling buruk yang pernah ada. "Komunikasi politik yang terjadi antara SBY dengan dengan pimpinan partai secara keseluruhan, itu komunikasi politik yang paling buruk. Karena SBY lebih banyak menggunakan pendekatan ancaman dan pendekatan melankolis dalam political communication, ketimbang menyelesaikan masalah secara internal," kata Ikrar, di Jakarta, Jumat (12/2).

Akibatnya kata Ikrar, beberapa partai koalisi akan semakin memberontak, seandainya terus dilakukan tekanan ataupun ancaman dari Presiden. Ikrar memandang, SBY dan Partai Demokrat merasa ketakutan bakal kehilangan rekan koalisi. "Partai Golkar, PKS dan PPP, semakin diancam dengan apapun, itu tentunya akan berupaya juga menunjukkan bahwa mereka (partai yang ditekan, Red) masih punya gigi. Kalau nanti Golkar, PPP, PKS keluar dari koalisi, itu tentu akan kewalahan," ujarnya.

Ikrar mencontohkan, seperti ancaman hutang pajak Aburizal Bakrie misalnya. Itu pada dasarnya adalah persoalan manajemen pemerintahan. "Kenapa tidak diselesaikan pada saat permasalahan itu ada, pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid I di mana SBY masih Presiden dan Aburizal masih menjadi Menko Kesra dan Menko Perekonomian. Kenapa kemudian baru dimunculkan sekarang?" tanya Ikrar.

"Ancaman politik yang dilakukan SBY itu, merupakan strategi yang tidak sehat. Seharusnya, sesama koalisi, Presiden melakukan manajemen politik yang baik, dengan komunikasi politik internal melalui hubungan khusus dengan ketua partai," saran Ikrar pula. (fas/jpnn)

JAKARTA - Pengamat politik dari LIPI, Ikrar Nusa Bakti menilai, komunikasi politik dengan ancaman reshuffle yang dilakukan SBY kepada pimpinan partai


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News