Anda Sering Baper? Bisa Jadi Bipolar

Anda Sering Baper? Bisa Jadi Bipolar
Ilustrasi. FOTO: Dite Surendra/JAWA POS

jpnn.com - SURABAYA – Penyandang bipolar sering mengalami perubahan mood yang ekstrem. Kondisi itu bisa terjadi karena alasan yang bagi sebagian orang sangat sepele. Misalnya yang dialami Fathiah Isralestina. Dia terdeteksi mengalami bipolar disorder pada 2011. Pencetusnya adalah perubahan lingkungan.

”Aku dikit-dikit baper (terbawa perasaan, Red). Ngelihat iklan pelangsing saja nangis, depresi kenapa nggak bisa mencapai itu. Lihat apa lagi yang sedih sedikit langsung nangis,” ujar mahasiswi teknik informatika salah satu perguruan tinggi di Surabaya itu saat ditemui pada peringatan World Bipo- lar Day di Royal Plaza kemarin (3/4).

Perempuan yang menjadi anggota komunitas bipolar di Surabaya, Harmony in Diversity, itu menuturkan, kondisi baper tersebut awalnya dipicu cultural shock. 

Gadis yang akrab disapa Tia itu kaget dengan perbedaan budaya di daerah asalnya, Palembang, dengan kota tempatnya kuliah, yakni Surabaya.

Gejala awal, moodnya berubah drastis. Biasanya disebut dengan high and down. Pernah saat kondisi high, Tia tidak tidur selama sepekan. Kondisi high bisa dipicu tekanan tugas kuliah yang mengharuskan lembur. Dia sampai merasa bahwa tidur itu membosankan. Tidak ada sama sekali rasa mengantuk.

Setelah sepekan melekan, dia tidur seminggu penuh. Dia merasa itu cara balas dendam. Sehari Tia bisa tidur 20 jam. Empat jam lainnya hanya digunakan untuk makan dan ke kamar mandi. Kebiasaan itu membuat kesehatannya memburuk. 

Dia sering jatuh sakit karena tekanan darahnya turun drastis. Ujung-ujungnya opname di rumah sakit.

Akibatnya, dia jarang ngampus dan hasil kuliahnya jeblok. Tugas yang dikerjakan seminggu tanpa tidur itu akhirnya tidak dikumpulkan. ”Kalau deadline, sulit konsentrasi,” katanya. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News