Andi M. Taufik, Jaksa Kasus Terorisme yang Tak Takut Teror

Pernah Disandera Sehari Semalam, Ogah Berbaju Antipeluru

Andi M. Taufik, Jaksa Kasus Terorisme yang Tak Takut Teror
Andi M. Taufik (Guslan Gumilang/Jawa Pos)

Nah, peristiwa ganjil lain juga terjadi. Tepatnya saat membuat surat tuntutan. File yang telah diketik di komputer tiba-tiba menghilang. Benar-benar lenyap. Bahkan, semua file tuntutan yang dimiliki para jaksa lain juga raib. Padahal, aliran listrik tidak padam. Apalagi, data tersebut sudah disimpan. ”Sudah di save as, tahu-tahu terhapus. Nggak tahu kenapa. Wallahualam(hanya Allah Yang Mahatahu, Red). Sampai harusngetik ulang empat kali,” katanya.

Kejadian aneh tak berhenti di situ. Tepat pada hari sidang, 20 jaksa yang dijadwalkan membaca tuntutan mendadak sakit. Akibatnya, hanya delapan orang yang bisa ikut sidang. Meski dirundung berbagai hal ganjil, sidang dua teroris tersebut akhirnya tuntas. Putusannya, Ba’asyir divonis 17 tahun penjara, sedangkan Umar Patek dijatuhi pidana seumur hidup.

Andi mengatakan, memang tidak banyak orang yang punya cukup nyali untuk menangani perkara terorisme. Kebanyakan tak kuat dengan ancaman. ”Terus terang, harus selalu hati-hati,” tutur pria yang tengah menempuh studi S-3 di Fakultas Hukum Unair itu. Sebab, berbagai ancaman harus siap dihadapi. Buktinya, saat menangani perkara luar biasa tersebut, berbagai teror pernah dia alami. Misalnya melalui pesan singkat (SMS). Isinya menakut-nakuti hingga mengancam keselamatan keluarganya.

Menurut Andi, ada teror yang paling melekat di memorinya. Bahkan, kejadian itu mirip cerita drama. Tepatnya saat dia menjabat sebagai kepala Kejari (Kajari) Poso pada 2005. Ketika itu dia disandera oleh demonstran yang merupakan keluarga para tersangka teroris di kantor kejaksaan. Kantor kejari saat itu juga diduduki. Mereka memasang tenda dan tidur di halaman kejaksaan.

Khawatir kantor dibakar, Andi rela tersandera selama sehari semalam. Dia baru bisa dievakuasi pihak kepolisian pada hari kedua. ”Saat itu sayanggak takut. Saya serahkan semua ke Yang Mahakuasa,” ungkap pria yang mengidolakan almarhum jaksa agung legendaris Baharuddin Lopa itu.

Andi bersyukur karena istri dan ketiga putra-putrinya memahami tugasnya. Padahal, mereka juga menjadi sasaran teror. Contohnya saat berada di Poso. Mereka juga menjadi target amuk massa. Rumah dinas yang ditinggali anak dan istrinya dilempari batu. ”Anak-anak cerita sama saya, ’Kami dilempari.’ Mereka sampai harus sembunyi di kolong,” ungkapnya.

Menangani para terpidana terorisme membawa kesan tersendiri untuknya. Andi menyatakan sering dinasihati dan diajari ilmu agama oleh Ba’asyir. Dia menganggap hablumminannas (hubungan antarmanusia) para terdakwa teroris itu sangat baik. Namun, hal tersebut tidak menjadikannya lemah dalam menentukan tuntutan. ”Yang kami sidangkan perbuatannya,” kata pria kelahiran 11 September 1966 tersebut.

Dia menambahkan, banyak momen berkesan lain saat dirinya menangani kasus terorisme. Dia mencontohkan saat kali pertama ditunjuk sebagai ketua tim di Kejati Sulsel. Dia mengaku harus sering ekspose perkara ke Kejagung. Tak jarang, dia bersama anggota tim harus makan seadanya di pinggir jalan. Tak ada yang namanya makan di resto mewah. Semua itu dia lakoni dengan ikhlas.

TUMPUKAN Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tergeletak. Bentuknya tak lagi rapi. Pertanda sering dibaca. Di balik meja penuh buku itu pria

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News