Aneh, Jaksa Membawa Restrukturisasi Kredit yang Masih Berjalan ke Ranah Pidana Korupsi

Aneh, Jaksa Membawa Restrukturisasi Kredit yang Masih Berjalan ke Ranah Pidana Korupsi
Petrus Selestinus. Dok. JPNN.com

Sebab, kata Petrus, BRI sudah "Go Public" yang menjalankan misi bisnis untuk mencari keuntungan dan diatur dalam suatu Perikatan Persata.

“Jika ada masalah kredit macet, penyelesaiannya adalah restrukturisasi. Sebab, Bank BRI tunduk pada UU Perseroan Terbatas berdasarkan pada pasal 11 UU BUMN. Di samping itu, ada jaminan Asuransi Jiwa, Asuransi PHK, Asuransi Kredit Macet, Asuransi Kebakaran dan Asuransi lainnya,” ujar Petrus.

Artinya bila ada kredit macet di Bank BRI atau Bank BUMN lainnya, dan bila kredit macet tersebut dianggap sebagai kerugian, maka kerugian tersebut bukanlah kerugian negara, melainkan kerugian Bank BRI itu sendiri.

“BRI-lah yang bertanggung jawab kepada negara. Apabila kerugian Bank BRI adalah kerugian negara, maka apabila Bank BRI ini pailit, itu berarti negara ikut menjadi pailit. Inilah logika Kejaksaan yang harus dikoreksi,” tegas Petrus.

Jika cara pandang demikian dibiarkan, menurut Petrus, maka Kejaksaan akan digugat sebagai telah melakukan perbuatan melawan hukum apalagi membunuh kemampuan Debitur untuk mengembalikan utang macet yang sudah direstrukturisasi dalam suatu Perjanjian Restrukturisasi.

“Inilah cara pandang Jaksa yang konvensional atau kuno yang wajib dikoreksi, jika perlu melalui  gugatan perdata ke Pengadilan. Demikian yang ada di dalan pikiran publik terutama debitur terhadap Jaksa?” kata Petrus.

Petrus mengungkan Jaksa Agung sendiri termasuk Kapolri, juga MA sedang gencar menerapkan asas Ultimum Remidium dan Restorative Justice dalam kasus pidana, untuk mengurangi orang yang dipenjara supaya anggaran negara tidak habis cuma untuk membangun penjara. Artinya tindak pidana bisa dikesampingkan bila sudah ada solusi perdamaian di antara para pihak. Dalam kredit macet solusinya adalah Restrukturisasi.

“Di sini yang sangat kami sesalkan adalah kenapa kok Jaksa berani mengkhianati bahkan menentang pimpinan tertingginya Jaksa Agung terkait asas Ultimum Remidium dan Restorative Justice ini. Jaksa secara serampangan telah menggunakan kaca mata kuda, menyalahgunakan kewenangannya dengan menyeret kasus kredit macet yang sedang berjalan dan telah direstrukturisasi ini ke ranah pidana, tindak pidana korupsi pula tanpa rasa bersalah,” ujar Petrus.

Petrus Selestinus mengaku heran karena kasus kredit macet yang sedang diselesaikan dengan rekstrukturisasi, tiba-tiba Jaksa menggunakan kaca mata kuda ditarik ke ranah pidana korupsi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News