Angka Pengangguran di Jawa Barat Tertinggi Nasional

Angka Pengangguran di Jawa Barat Tertinggi Nasional
Para pencari kerja. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, BANDUNG - Angka pengangguran terbuka di Jawa Barat (Jabar) pada Februari 2019 menjadi yang tertinggi se-Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jabar pada periode tersebut mencapai 7,73 persen. Sementara, angka TPT Indonesia berada di kisaran 5,01 persen.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar M. Ade Afriandi mengatakan, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan Jabar berada di posisi paling atas pada peringkat TPT, meskipun sesungguhnya angka tersebut sudah turun dibandingkan dengan tahun lalu.

“Kalau berbicara khusus Jabar, sebetulnya posisi pengangguran kita itu turun dari 8,16 persen di Februari 2018 menjadi 7,73 persen di Februari 2019. Jabar juga kan penduduknya 20 persen dari jumlah nasional. Selain itu, peluang kerja di Jabar banyak mengundang ketertarikan masyarakat,” ungkapnya ketika ditemui di Gedung Sate.

BACA JUGA: Lulusan SMA Kuasai Angka Pengangguran di Kabupaten Bogor

Dia mencontohkan, Bekasi menjadi salah satu daerah yang menjadi primadona para pencari kerja di luar Jabar karena berbagai fasilitas dan besaran upah yang disediakan.

“Nah, kepindahan ke Bekasi itu kan enggak serta-merta merubah status mereka (jadi pekerja), sehingga saat mereka masuk belum dapat kerja akhirnya nganggur. Ini terjadi bukan hanya musim Lebaran saja, tapi setiap hari,” jelasnya.

Ketika ditanya kelompok usia yang paling banyak menjadi penganggur di Jabar, Ade memaparkan bahwa usia lulusan SMA dan SMK menjadi salah satunya.

Menurutnya, saat ini banyak penduduk berpendidikan menengah dan tinggi tidak dapat masuk pada sektor industri formal, baik karena kesenjangan standar kompetensi maupun karena keterbatasan industri yang dapat menyerap tenaga kerja tersebut.

Saat ini banyak penduduk berpendidikan menengah dan tinggi tidak dapat masuk pada sektor industri formal, baik karena kesenjangan standar kompetensi maupun keterbatasan industri yang dapat menyerap tenaga kerja tersebut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News