Arab Yahudi

Oleh: Dahlan Iskan

Arab Yahudi
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - SAYA bangga sekali: berhasil menawar separo harga. Saya pun naik mobilnya dengan dada berkembang. Kali ini saya bisa berhemat 50 persen.

Saya segera meninggalkan halaman terminal bus itu menuju hotel. "Turun di sini," ujarnya.

Saya tidak jadi bangga. Ternyata hotel itu dekat sekali. Rasanya saya belum sempat duduk. Jarak hotel ini hanya 1 km dari Terminal Bus Tabuk.

Baca Juga:

Kalau jalan kaki hanya perlu 15 menit. Jelas: 50 riyal terlalu mahal.

Besok pagi saya jalan kaki saja. Saya harus kembali ke terminal itu lagi. Sambil olahraga. Maka pagi itu saya pun berjalan kaki dengan bangga: berhasil menghemat 50 riyal.

Di tengah jalan saya tidak jadi bangga. Saya ingat tas yang saya seret di trotoar paving ini. Roda tas kecil ini bisa jadi korban penyeretan: harga tas ini Rp 250.000. Kalau rusak, berarti pikiran berhemat saya salah.

Baca Juga:

Dari belokan dekat hotel, Terminal Bus Saptco di Tabuk itu sudah kelihatan. ”Tadi malam kok tidak kelihatan”.

Malam itu, tengah malam, saya tiba di Terminal Tabuk dari Madinah. Naik bus umum murah. Hanya 180 riyal untuk 12 jam perjalanan.

Saya berterima kasih ada orang sepintar itu. Sudah seperti Yahudi, bahkan saya sulit berpendapat pintar mana Arab dan Yahudi. Dalam hal berdagang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News