Arief Poyuono: Staf Ahli BUMN Itu Mirip Mandor Kawat

Arief Poyuono: Staf Ahli BUMN Itu Mirip Mandor Kawat
Arief Poyuono saat wawancara dalam program NGOMPOL JPNN.com. Foto: Dokumen JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Langkah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menata ulang keberadaan staf ahli di lingkungan BUMN melalui surat edaran bernomor SE-9/MBU/08/2020, tertanggal 3 Agustus 2020 yang ditujukan kepada jajaran direksi, komisaris, dan pengawas BUMN memunculkan pro dan kontra.

Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono mempertanyakan kenapa direksi BUMN harus ada staf ahli, bahkan jumlahnya mencapai belasan dan gajinya besar.

“Kok direksi BUMN butuh staf ahli sih, yang jumlahnya hingga belasan staf ahli, hingga gajinya Rp 100 juta?” kata Arief Poyuono dalam keterangannya, Rabu (9/9).

Anehnya lagi, kata Arief, banyak staf ahli dari luar BUMN yang jelas-jelas kebanyakan tidak mengerti dan kompeten dalam mengelola perusahaan pelat merah di tempat mereka.

“Saya meyakini, mereka tidak menguasai corporate culture-nya BUMN. Wajar saja hanya hitungan jari BUMN yang benar-benar bisa profit (untung) dan menyetor dividen ke negara,”  ujar Arief Poyuono.

Ia menilai direksi tidak perlu staf ahli. Sebab, kepala divisi maupun general manager di BUMN itu sudah memiliki kemampuan dalam mengelola perusahaan pelat merah yang ada di tempatnya dibandingkan staf ahli direksi.

“Wah, sudah jelas staf ahli BUMN ini mirip mandor kawat saja kok sebenarnya, alias cuma numpang makan agar pendaringan nasi tetap isi, dan tidak ada kerjanya, serta cuma bikin boros operasional BUMN,” kata Arief.

Dia menambahkan, kalau Menteri Erick baru tahu dan menemukan selama hampir satu tahun menjabat bahwa di BUMN banyak staf ahli direksi ini menunjukan kalau yang bersangkutan itu kinerjanya sangat buruk dalam hal kontrol di BUMN dan efisiensi.

Arief Poyuono menyatakan sebaiknya tidak usah ada lagi posisi staf ahli direksi di BUMN.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News