Arroyo Bukan Yudhoyono

Arroyo Bukan Yudhoyono
Arroyo Bukan Yudhoyono
Kesadaran bangsa Filipina akan perlunya mengadili dan menghukum penguasa yang korup dan abuse of power muncul setelah sebelumnya alpa mengadili diktator Marcos yang dibiarkan ngungsi ke Hawaii.

Baca Juga:

Konon, kata pepatah, hanya keledai (dan laki-laki) yang bisa terperosok ke lubang yang sama berkali-kali. Rakyat Filipina rupanya tidak mau disebut bangsa keledai. Apalagi dibilang bangsa kerbau. Maka ketika Presiden Joseph Estrada (2001) ketahuan korupsi, segera diadili dan diganjar hukuman. Sekarang Arroyo, pengganti Estrada, sedang dalam proses hukum.

Bangsa Indonesia memang belum pernah punya pengalaman mengadili dan menghukum penguasa yang korup dan abuse of power. Semangat “mikul dhuwur mendem jero” terlanjur merasuk dalam sanubari rakyat. Akibatnya penguasa, apalagi yang meraih kekuasaannya dengan cara-cara tidak halal, mencurangi Pemilu, merasa leluasa untuk menguras harta negara dan berperilaku abuse of power.

Bila rakyat tak mau belajar dari kesalahan dalam memperlakukan rezim yang korup, sebaliknya penguasa. Mereka lekas belajar dari penguasa negara lain yang diadili rakyatnya seperti Saddam Hussein (Irak), Khadafi (Libya), dan Mubarak (Mesir). Tentu saja untuk menyempurnakan kejahatannya agar tidak bernasib malang seperti rekannya di seberang lautan.

GLORIA Macapagal Arroyo beberapa tahun silam pernah bernasib serupa Susilo Bambang Yudhoyono. Menjelang musim Pilpres 2004 keduanya sama-sama mengaku

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News