Sirkuit Jakarta!

Sirkuit Jakarta!
Sirkuit Jakarta!
PEMILIHAN gubernur (pilgub) DKI Jakarta periode 2012-2017 membuka sejarah baru dalam rezim pemilu di Indonesia. Pertarungan 6 (enam) pasangan calon gubernur justru ramai hanya di hari H. Tapi menyaksikan perhitungan cepat (quick count) yang disiarkan langsung sejumlah stasiun TV nasional seperti menonton pertarungan para racer otomotif di sirkuit balap. Kita hanya melihat sang racer, pembalapnya, dan bukan merk kendaraan yang mereka kendalikan.

 

Memang, berbeda dengan pilkada di kota atau provinsi lain, di DKI Jakarta, warna partai, kendaraan para kandidat, juga tokoh-tokohnya, nyaris tak terdengar, atau tak diperhitungkan sama sekali. Makanya, hari-hari kampanye sepanjang dua pekan (24 Juni - 8 Juli) berjalan seperti hari-hari biasa. Tanda-tanda di Ibukota sedang digelar pilgub hanya tampak pada poster, spanduk dan baliho yang "mengotori" jalanan.

 

Masyarakat Jakarta seperti tak peduli pada proses suksesi kepemimpinan di daerahnya. Buktinya, kisruh DPT (daftar pemilih tetap), juga masalah dalam proses pemilu lainnya, yang seharusnya disikapi secara kritis, mengingat di Ibukota memiliki banyak tokoh dan pengamat pemilu, ternyata tetap berjalan hingga hari penyoblosan (11 Juli).

 

Namun, di luar dugaan, setelah detik-detik pemilihan berjalan di sejumlah TPS (tempat pemungutan suara), publik, khususnya masyarakat Jakarta, langsung memfokuskan perhatiannya ke hasil pilgub DKI Jakarta.

 

PEMILIHAN gubernur (pilgub) DKI Jakarta periode 2012-2017 membuka sejarah baru dalam rezim pemilu di Indonesia. Pertarungan 6 (enam) pasangan calon

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News