Sirkuit Jakarta!

Sirkuit Jakarta!
Sirkuit Jakarta!
Lebih dari itu, pilgub DKI Jakrta juga membawa kesadaran baru pada kita. Mekanisme demokrasi dalam rekrutmen kepemimpinan politik seperti arena balap di sirkuit. Pemilu seharusnya memang menjadi seperti sirkuit balap otomotif. Artinya, partai politik adalah kendaraannya, sedangkan para kandidat, baik legislatif, apalagi calon presiden, adalah racer, pembalapnya.

 

Jadi, partai politik yang baik adalah yang pandai memilih racer, menentukan kandidatnya (baik untuk legislatif, bupati, walikota, gubernur, bahkan presiden). Pilih yang benar-benar memahami medan, sanggup menukik di tikungan-tikungan tajam. Pendek kata, sang kandidat tahu persoalan bangsanya. Bukan kandidat yang sanggup membayar “mahar” paling mahal.

 

Sebab, racer yang baik, apalagi kalau ternyata bisa memenangi pertarungan, akan menaikkan citra (partai) yang dikemudikannya. Itulah sebabnya di dunia olahraga otomotif, para pembalap (F-1) seperti Fernando Alonso, Sebastian Vettel, Raikkonen, atau Jorge Lorenzo, Casey Stoner, Valentino Rossi di dunia MotoGP, menjadi incaran perusahaan otomotif.

 

Makanya, kalau pilpres mendatang juga kita jadikan sebagai Sirkuit Indonesia, niscaya kita akan memiliki RI-1 yang benar-benar mumpuni. Sehingga bisa bersaing di Sirkuit ASEAN atau di sirkuit internasional lainnya. Bukan sekedar masinis yang menjalankan kereta sesuai aturan dan perintah dari luar (asing), bukan atas kehendak rakyat dan perintah konstitusi...! (***)

Berita Selanjutnya:

PEMILIHAN gubernur (pilgub) DKI Jakarta periode 2012-2017 membuka sejarah baru dalam rezim pemilu di Indonesia. Pertarungan 6 (enam) pasangan calon


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News