Arroyo Bukan Yudhoyono

Arroyo Bukan Yudhoyono
Arroyo Bukan Yudhoyono
Cara menyelematkan diri penguasa di era demokrasi seperti sekarang ini cukup mudah. Uang hasil korupsi triliun rupiah sebagian dipakai untuk membeli suara. Rakyat yang sedang susah makan niscaya tak akan keberatan menjual suaranya dengan harga dua mangkuk bakso (Rp 50 ribu).

Dengan kekuasaan politik yang tersisa bisa dipakai membuat kebijakan pura-pura populis. Memakai anggaran APBN untuk bagi-bagi uang kepada rakyat. Tetap mengendalikan orang-orang di KPU. Memainkan hasil akhir perolehan suara. Tidak perlu khawatir karena institusi hukum toh masih dalam kendali.

Maka kalau undang-undang tidak memungkinkan lagi untuk ikut kompetisi dalam Pilpres, toh kita masih bisa melanjutkannya dengan memajukan istri, anak, ipar, atau kroni terpercaya. Sang penguasa bisa saja kemudian memilih jabatan Menteri Senior, seperti Lee Kuan Yew di Singapura. Sehingga rezim pun masih bisa berlanjut.

Kekuasaan aman. Hasil korupsi aman untuk 8 turunan. Tak ada kisah pengadilan rezim. Tinggal Parpol lain dan tokoh-tokohnya yang semula bernafsu jadi penguasa karena terbuai hasil survei, gigit jempol.

GLORIA Macapagal Arroyo beberapa tahun silam pernah bernasib serupa Susilo Bambang Yudhoyono. Menjelang musim Pilpres 2004 keduanya sama-sama mengaku

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News