Aturan Baru BPJS Kesehatan Menuai Kontroversi

 Aturan Baru BPJS Kesehatan Menuai Kontroversi
BPJS Kesehatan. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Dia menyayangkan BPJS Kesehatan yang tidak mengadvokasi kepentingan peserta, malah mengeluarkan aturan yang dinilai memberatkan. Ansyori pernah melakukan study lapangan di rumah sakit swasta di Jakarta. Ada pasien fisioterapi yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan pelayanan.

”Tahapan terlalu panjang. Pertama booking nomor antrean jam 2 malam, akan datan lagi jam 6 ambil nomor antrean. Jam 9 sampaikan berkasnya dan baru jam 12 teng pelayanan bisa dimulai. Seharusnya yang dilakukan BPJS ini mengadvokasi peseta bukan menambahi beban,” katanya.

Dokter Adib khumaidi SpOT, sekjen Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), mengatakan lembaganya akan mendukung program JKN untuk kepentingan seluruh rakyat. ”Regulasi-regulasi terkait dengan JKN harus mengedepankan kepentingan rakyat dan melibatkan organisasi profesi (IDI dan perhimpunan spesialis terkait, Red),” ungkapnya.

Daia menambahkan adanya defisit pembiayaan JKN tidak serta merta langsung mengeluarkan peraturan yang akhirnya mengorbankan kepentingan masyarakat, mutu layanan, dan keselamatan pasien.

Sementara itu Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat mengataknan mulai kemarin, BPJS Kesehatan menerapkan peraturan yang menjadi kontroversi itu. ”Kebijakan 3 Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan ini kami lakukan, untuk memastikan peserta program JKN-KIS memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif dan efisien dengan tetap memperhatikan keberlangsungan Program JKN-KIS,” katanya.

Dia berdalih tindakan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut dari Rapat Tingkat Menteri awal tahun 2018 yang membahas tentang sustainibilitas Program JKN-KIS dimana BPJS Kesehatan harus fokus pada mutu layanan dan efektivitas pembiayaan.

Nopi menambahkan, yang dimaksud dengan efektivitas pembiayaan di sini adalah luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan peserta yang dapat berubah dan kemampuan keuangan BPJS.

”Dalam menjalankan fungsinya, BPJS Kesehatan juga telah berkomunikasi dengan berbagai stakeholder antara lain Kementerian Kesehatan, Asosiasi Profesi dan Fasilitas Kesehatan, Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya, serta Dewan Pertimbangan Medis (DPM) dan Dewan Pertimbangan Klinis (DPK),” ungkapnya. Bahkan ditingkat daerah BPJS Kesehatan telah melakukan sosialisasi kepada Dinas Kesehatan, fasilitas kesehatan, asosiasi setempat.

BPJS Kesehatan mengeluarkan peraturan baru terkait pelayanan operasi katarak, persalinan, dan rehabilitasi medic, yang menuai kontroversi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News