Awas, Politisasi Petani dan Dana Desa di Tahun Politik

Awas, Politisasi Petani dan Dana Desa di Tahun Politik
Petani jagung di kecamatan Lalan, Muba, Sumsel. Foto: palpres

jpnn.com, JAKARTA - Mulai tahun 2018 hingga 2019, merupakan tahun politik. Pasalnya, terdapat 171 daerah yang melakukan Pilkada Serentak. Hal itu berlanjut dengan pemilihan anggota legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) secara bersamaan di tahun 2019.

Mencermati kondisi tersebut, Ketua Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) Kamhar Lakumani menyatakan, pihaknya mempredikasi akan terjadi politisasi petani dan dana desa pada tahun politik.

Kalangan elite politik, lanjutnya, disinyalir akan memanfaatkan dana desa dan petani untuk meraih kekuasaan.

"Nantinya, bisa muncul kebijakan dan program yang bernuansa, bermuatan atau berorientasi politik," kata Kamhar dalam acara "Outlook Pembangunan Pertanian 2018" di IPB Bogor, Jumat (22/12).

Kamhar menjelaskan, politisasi seperti alokasi anggaran yang semakin meningkat, namun belum berkorelasi secara seimbang dengan peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup petani. Petani hanya dimanfaatkan untuk meraih suara pada ajang pemilu.

"Ini mesti ditelaah dan dilakukan kontrol. Jangan sampai program-program itu hanya ibarat memberi ikan untuk memancing suara dan dukungan di tahun politik," ujarnya.

Menurut Kamhar, semua pihak harus mencermati dan mengawasi agenda impor komoditi pertanian pada tahun politik. Hal itu, kata dia, supaya tidak terjadi upaya pengkondisian secara sistematis, apalagi sistem pendataan yang masih carut-marut.

Politik biaya tinggi yang masih terjadi, lanjutnya, akan menjadi pendorong kuat pembukaan keran dan pemberian kuota impor untuk mendapatkan biaya politik secara cepat dan aman karena tidak bersumber dari APBN yang pengawasannya ketat.

Kalangan elite politik, disinyalir akan memanfaatkan dana desa dan petani untuk meraih kekuasaan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News