Azan & Pengeras Suara
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
jpnn.com - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas membuat gebrakan lagi. Kali ini ia mengeluarkan surat edaran tata cara penggunaan pengeras untuk azan di masjid dan musala.
Aturan ini sebenarnya sederhana, tetapi menjadi sumber kontroversi yang luas dalam praktik beragama di Indonesia.
Masyarakat menyebutnya toa atau loudspeaker, pengeras suara yang menjadi ciri khas masjid di Indonesia.
Ketua Dewan Masjid Indonesia M. Jusuf Kalla sudah cukup lama punya konsen terhadap penggunaan pengeras suara di masjid dan mengusulkan untuk dikeluarkan aturan.
Pengeras suara menjadi salah satu indikator keberadaan masjid. Makin ramai pengeras suara akan kian terdengar makmur masjid itu. Bagi umumnya warga yang tinggal di perkampungan yang padat, suara azan dan bacaan Al-Qur'an dari masjid di pagi hari menjelang subuh adalah hal yang biasa.
Namun, bagi sebagian lainnya hal itu bisa menjadi gangguan dan dianggap sebagai polusi udara.
Sudah menjadi pendengaran yang jamak di setiap waktu salat tiba akan terdengar kumandang azan bersahut-sahutan dari setiap pengeras suara di masjid. Dalam satu kampung bisa terdapat lebih dari satu masjid yang cukup berdekatan, jaraknya hanya puluhan meter.
Tradisi ini sudah berjalan lama, sejak sound system diperkenalkan di Indonesia pada 1970-an. Ketika itu tentu penduduk masih tidak sepadat sekarang. Pengurus masjid bisa mengoperasikan pengeras suara dengan leluasa.
Pembatasan penggunaan pengeras suara di masjid mungkin lebih banyak didasari oleh motivasi politik ketimbang sosial-keagamaan.
- TOA Berbagi Perbaiki Sistem Tata Suara di 3 Masjid dan Pesantren
- Gus Yaqut: Kemenag Tidak Pernah Larang Penggunaan Speaker di Masjid
- PKS Persoalkan SE Menag tentang Penggunaan Pengeras Suara saat Ramadan
- Sambut Ramadan, Kitabisa Hadirkan Fitur Muslim Daily, Ada Notifikasi Azan & Bayar Zakat
- Kemenag Targetkan Pembentukan Kampung Moderasi Beragama Percontohan di 34 Provinsi
- Diisukan Masuk Daftar Calon Menteri, Gus Miftah Berkomentar Begini