Azan & Pengeras Suara

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Azan & Pengeras Suara
Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Seiring dengan perubahan zaman kemudian penduduk makin padat. Wilayah kampung yang dahulunya hanya dihuni warga kampung sekarang dikepung oleh berbagai perumahan, mulai kelas rumah sederhana sampai ke kelas real estat mewah.

Warga kampung yang dahulu menjadi tuan rumah, sekarang berubah menjadi minoritas yang dikepung oleh berbagai kompleks perumahan. Perubahan sosial ini membawa perubahan kebiasaan.

Bunyi atau ucapan yang keluar dari pengeras suara yang dahulu hanya didengar oleh warga kampung, sekarang didengar oleh warga yang lebih banyak.

Kalau dulu warga kampung relatif homogen, saling kenal, dan menjadi semacam keluarga besar, sekarang berubah menjadi sangat heterogen dan lebih individualistis.

Pengeras suara di masjid tidak sekadar menjadi alat syiar azan atau pun pengajian, tetapi sudah menjadi alat komunikasi untuk mengumumkan berbagai persoalan warga, misalnya kalau ada warga yang meninggal dunia.

Itu menjadi tradisi masyarakat kampung yang menunjukkan kerekatan kekerabatan di antara mereka. Namun, setelah kampung itu terkepung oleh berbagai macam kompleks perumahan baru maka kampung itu menjadi terisolasi dan teraleniasi. Tradisi pengeras suara yang dulu dianggap sebagai hal yang biasa sekarang dianggap sebagai hiruk-pikuk yang mengganggu.

Dialektika perubahan struktur masyarakat ini menimbulkan berbagai ketegangan. Masyarakat tradisional yang merasa terancam oleh kedatangan orang-orang baru, kemudian menciptakan kelompok sendiri yang hidup di dalam sebuah enclave, wilayah tersendiri, dan menciptakan identitasnya sendiri.

Warga asli yang tinggal di dalam enclave yang terkepung itu mempertahankan eksistensinya dari ancaman penetrasi budaya luar. Sementara para pendatang juga mempertahankan privilege-nya sebagai kelas menengah baru yang hidup di balik rumah berpagar tinggi menjadi kelompok ‘’gated community’’ masyarakat berpagar.

Pembatasan penggunaan pengeras suara di masjid mungkin lebih banyak didasari oleh motivasi politik ketimbang sosial-keagamaan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News