Bahasa Daerah Makin Kritis, Revitalisasi Mendesak Dilakukan

Bahasa Daerah Makin Kritis, Revitalisasi Mendesak Dilakukan
Ilustrasi ragam bahasa daerah di Indonesia. Foto: kemendikbud

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah terus berupaya melestarikan bahasa lokal di daerah yang statusnya kritis atau terancam punah karena berkurangnya jumlah penutur. Salah satunya melalui upaya revitalisasi yang dilakukan balai bahasa yang berada di berbagai wilayah. 

"Konservasi dalam konteks pelindungan bahasa merupakan upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan bahasa agar tetap dipergunakan oleh masyarakat penuturnya," kata Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTT, Syaiful Bahri Lubis dalam rangkaian peringatan Bulan Bahasa dan Sastra 2021, Senin (18/10).

Dalam revitalisasi bahasa daerah, ada upaya pencegahan atau perbaikan aspek bahasa yang rusak untuk menjamin kelangsungan bahasa itu sendiri. Upaya itu dilakukan melalui pendokumentasian bahasa tersebut sekaligus melakukan pengembangan.  

Misalnya lanjut Syaiful melalui penyusunan sistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan sistem aksara atau sistem ortografis. Agar generasi berikutnya bisa menikmati hasilnya. Bahkan bisa dilihat dokumennya oleh mereka yang mungkin tidak bisa lagi berbicara dalam bahasa tersebut.

Kantor Bahasa Provinsi NTT melalui KKLP Pelindungan Bahasa dan Sastra menyebutkan, hasil pemetaan  yang dilakukan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2013), ditemukan jumlah bahasa di NTT sebanyak 69 yang tersebar di 21 kabupaten dan satu kotamadya. Data tersebut kemudian diperbarui lagi pada 2019 dan menjadi total 72 bahasa daerah. 

Meskipun data jumlah bahasa tersebut perlu diverifikasi ulang agar menghasilkan peta bahasa yang benar-benar akurat, seperti bahasa-bahasa yang ada di Kabupaten Lembata serta verifikasi beberapa titik di Pulau Timor, Kepulauan Alor, dan Pulau Flores. 

"Dari banyaknya bahasa daerah tersebut, keanekaragaman sastra di dalamnya tentu sangat bervariasi dan berlimpah ruah," ujarnya lagi.

Dikatakannya, pemutakhiran dan pembaruan data bahasa di Nusa Tenggara Timur secara kualitas maupun kuantitas penting dilakukan. Karena, banyak dari bahasa-bahasa daerah tersebut yang diduga masuk dalam kategori rawan terancam punah.  

Bahasa daerah makin kritis karena jumlah penutur berkurang karena itu Balai Bahasa di berbagai wilayah melakukan revitalisasi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News