Baleo...Sejarah Para Pemburu Ikan Paus

Baleo...Sejarah Para Pemburu Ikan Paus
Seorang Lamafa (juru tikam ikan paus) ambil ancang-ancang. Laut Sawu, Teluk Lamalera, Lembata, NTT, 31 Oktober 2016. Berburu ikan paus bagian dari adat Lamalera yang sudah berlangsung ribuan tahun. Bukan untuk komersil, apalagi industri. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.

"Baranusa maksudnya Alor," ungkap Bona Beding, budayawan Lamalera, dalam Seminar International Paus yang dihelat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, di Teluk Lamalera dan Lembata, NTT, 31 Oktober-1 November 2016.  

"Alor itu maksudnya ke tempat yang jauh," sambung pria yang menjabat Ketua Departemen Kebudayaan Bahari & Masyarakat Hukum Adat Nelayan Tradisional Indonesia. 

Saat ikan paus kena tombak lamafa dan ia berontak, para lefa alep bersorak, "kideknuke hirkae. Lefo garo lepe (jayalah para janda dan fakir miskin. Kampung kita sudah menerima kiriman itu)." 

Ya, kiriman. Masyarakat Lamalera meyakini ikan paus adalah kiriman leluhur atau tuhan.

Senandung berikutnya, o sora tarem bale e. Tala lefo rae tai. Ribu lefo gole. Bera rae nai (wahai engkau kerbau yang bertanduk gading. Mari kita beranjak menuju kampung nun di sana. Seluruh masyarakat, para janda dan fakir miskin, tengah merindukan kehadiranmu. Ayo segeralah kita ke sana).

"Sora secara harafiah artinya kerbau. Maksudnya adalah paus," terang Bona Beding. 

Dalam pelayaran menuju daratan, senandungnya fara tobi lolo lodo. Ke lie gatiro (berhembuslah angin barat. Datanglah mengantarkan kami menuju daratan). 

Sesampai di darat, ikan besar itu dibagi-bagi. Tak hanya buat para pemburu. Tapi, dinikmati bersama-sama orang sekampung. Sebagian lagi dibarter dengan ubi, jagung dan hasil kebun lainnya dengan masyarakat yang tinggal di gunung.

BERBURU ikan paus bagi orang Lamalera, Lembata, Nusa Tenggara Timur adalah adat. Ritual yang sudah berlangsung ribuan tahun lalu. Sejarahnya, bertalian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News