Bamsoet: Civitas Akademika Universitas Udayana Dukung MPR Susun & Tetapkan PPHN

Bamsoet: Civitas Akademika Universitas Udayana Dukung MPR Susun & Tetapkan PPHN
Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam Sosialisasi Empat Pilar di Universitas Negeri Udayana, Bali, Selasa (11/5). Foto: MPR RI

Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini memaparkan, sejak tahun anggaran 2015, pemerintah bersama DPR RI telah mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD, sebagaimana diamanatkan Pasal 31 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945.

Di APBN 2015 jumlahnya sekitar Rp 390,1 triliun, APBN 2016 sekitar Rp 370,4 triliun, APBN 2017 sekitar Rp 419,8 triliun, APBN 2018 sekitar Rp 444,1 triliun, APBN 2019 sekitar Rp 492,5 triliun, APBN 2020 sekitar Rp 508,1 triliun, serta di APBN 2021 sekitar Rp 550 triliun.

"Secara jujur harus diakui, besarnya anggaran sektor pendidikan tersebut belum berbanding lurus dengan hasil yang diharapkan. Merujuk survei kemampuan pelajar yang dirilis Programme for International Student Assessment (PISA) pada Desember 2019, Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 77 negara. Tertinggal dari Malaysia di urutan ke-56 atau Singapura di urutan ke-2," papar Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, laporan UNDP (United Nation Development Programme) memperlihatkan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2020 berada di urutan 107 dari 189 negara. Bahkan di kawasan Asia Tenggara, Indonesia tertinggal jauh dari Singapura (rangking 11), Brunei Darussalam (rangking 47), Malaysia (rangking 62), dan Thailand (rangking 79).

"Melalui PPHN, pola pembangunan pendidikan akan dilihat secara holistik. Pendidikan nasional harus melahirkan sumberdaya manusia yang tidak sekadar cerdas secara akademis. Tetapi juga mempunyai jati diri yang unggul, yang berkarakter Pancasila," katanya.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menekankan, jangan ada lagi kelalaian menghilangkan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai rujukan moral dalam pendidikan nasional. Misalnya dengan tidak memperhatikan amanat undang-undang yang mewajibkan Pancasila sebagai mata kuliah/pelajaran wajib di perguruan tinggi.

"Menghadirkan Pancasila dalam diskursus akademis di lingkungan pendidikan tinggi adalah keniscayaan. Karena kampus adalah tempat generasi muda bangsa digembleng dan dipersiapkan sebagai sumberdaya pembangunan," tutur Bamsoet.

Dewan Pakar KAHMI ini menegaskan, menempatkan Pancasila sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi, tidak boleh berhenti pada tahap pelembagaan. Mengingat Pancasila adalah sebuah sistem nilai.

Civitas akademika Universitas Negeri Udayana mendukung MPR agar kembali memiliki kewenangan menyusun dan menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News