Bang Edi

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Bang Edi
Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra. Foto: Ricardo/JPNN

Intelektual kampus seharusnya berperan menjadi penengah di antara semua kesemerawutan ini. Akan tetapi, yang terjadi, perguruan tinggi, pers, hingga pakar intelektual itu justru ikut terseret masuk ke dalam pusaran, menjadi bagian yang memberi andil dalam keruntuhan intelektual.

Kampus sudah menjadi lembaga bisnis yang dikelola lebih sebagai perusahaan komersial yang profesional. Kematian kepakaran dipercepat dari dalam kampus sendiri.

Azyumardi Azra hidup dalam kondisi seperti itu. Akan tetapi, dia membuktikan bahwa intelektual masih tetap hidup.

Dia menerjunkan diri sebagai intelektual organik yang membela dan menyuarakan kepentingan rakyat akan keadilan. Ia berani berkata tidak kepada penguasa yang terjangkit sindrom ‘’Dunning-Kruger’’.

Masa hidupnya yang relatif pendek didedikasikannya untuk senantiasa menghidupkan dunia intelektual.

Dia berusaha menjadi manusia yang tercerahkan, ‘’Rausan Fikr’’ dalam istilah Ali Shariati.

Konsep Rausan Fikr itu selalu melekat dalam pikirannya, dan dia mengabadikannya sebagai nama salah satu anaknya. Selamat jalan, Bang Edi. (*)

Azyumardi Azra secara harfiah sudah meninggal dunia, tetapi legasi pemikirannya akan tetap hidup.


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News