Bang Edi
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Intelektual kampus seharusnya berperan menjadi penengah di antara semua kesemerawutan ini. Akan tetapi, yang terjadi, perguruan tinggi, pers, hingga pakar intelektual itu justru ikut terseret masuk ke dalam pusaran, menjadi bagian yang memberi andil dalam keruntuhan intelektual.
Kampus sudah menjadi lembaga bisnis yang dikelola lebih sebagai perusahaan komersial yang profesional. Kematian kepakaran dipercepat dari dalam kampus sendiri.
Azyumardi Azra hidup dalam kondisi seperti itu. Akan tetapi, dia membuktikan bahwa intelektual masih tetap hidup.
Dia menerjunkan diri sebagai intelektual organik yang membela dan menyuarakan kepentingan rakyat akan keadilan. Ia berani berkata tidak kepada penguasa yang terjangkit sindrom ‘’Dunning-Kruger’’.
Masa hidupnya yang relatif pendek didedikasikannya untuk senantiasa menghidupkan dunia intelektual.
Dia berusaha menjadi manusia yang tercerahkan, ‘’Rausan Fikr’’ dalam istilah Ali Shariati.
Konsep Rausan Fikr itu selalu melekat dalam pikirannya, dan dia mengabadikannya sebagai nama salah satu anaknya. Selamat jalan, Bang Edi. (*)
Azyumardi Azra secara harfiah sudah meninggal dunia, tetapi legasi pemikirannya akan tetap hidup.
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi
- Video dan Foto Tanpa Busana Cewek ARP Disebar di Media Sosial
- KipasKipas Ajak Masyarakat Bermain Media Sosial Sambil Beramal
- Ada Potensi Terjadi Kejahatan dari Rekam Jejak Digital, Hati-Hati
- Jangan Keasyikan Mengklik, Waspadai Tautan Mencurigakan
- Talkshow Menjadi Netizen yang Bijak dalam Bermedia Sosial Sukses Digelar di Ternate
- Pertamina Menjalin Kerja Sama dengan Polri untuk Publikasi dan Edukasi Masyarakat