Batasi Ruang Gerak Pengungsi, Papua Nugini Langgar Hukum Internasional

Aplikasi suaka mereka telah diproses, mereka telah dibebaskan dari rumah detensi dan hidup di pusat transit Lorengau yang didanai Australia, di Pulau Manus.
Hampir dua tahun setelah mantan Perdana Menteri Kevin Rudd menandatangani Perjanjian Pemindahan Pengungsi dengan PNG, belum ada pengungsi yang telah dimukimkan kembali.
Mereka yang menunggu mengatakan, ketidakpastian hukum tersebut telah menambah penderitaan mereka.
"Apa yang membuat saya frustasi adalah bahwa segala sesuatu yang mereka katakana adalah tentang hukum ... hukum mana? Saya meninggalkan rumah detensi dan saya bebas, Anda mengatakan kepada saya, saya bebas," tutur Reza.
Seorang juru bicara Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengatakan, pembatasan perjalanan yang dikenakan pada orang-orang tersebut tidak sah.
"Di bawah hukum internasional, hak dasar kebebasan dan larangan penahanan sewenang-wenang berlaku untuk semua orang tanpa memandang imigrasi atau status lainnya, termasuk pencari suaka dan pengungsi," kata juru bicara UNHCR.
"Negara-negara yang menyetujui Konvensi Pengungsi 1951 wajib memberi pengungsi hak untuk memilih tempat tinggal mereka agar bergerak bebas secara sah di dalam wilayah mereka, dan tunduk pada pengecualian terbatas," sambung sang jubir.
Larangan pada pengungsi disebut sah secara hukum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut, Papua Nugini (PNG) melanggar hukum internasional dengan membatasi kebebasan bergerak dari para pengungsi
- Industri Alas Kaki Indonesia Punya Potensi Besar, Kenapa Rawan PHK?
- Apa Arti Kemenangan Partai Buruh di Pemilu Australia Bagi Diaspora Indonesia?
- Dunia Hari Ini: Presiden Prabowo Ucapkan Selamat Atas Terpilihnya Lagi Anthony Albanese
- Mungkinkah Paus Baru Datang dari Negara Non-Katolik?
- Partai Buruh Menang Pemilu Australia, Anthony Albanese Tetap Jadi PM
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan