Belum Punya Momongan? Simak Aplikasi Temuan dr Budi Wiweko Ini

Belum Punya Momongan? Simak Aplikasi Temuan dr Budi Wiweko Ini
Dr. Budi Wiweko saat menunjukan aplikasi perencana kehamilan di Fakulta Kedokteran Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Senin (21/12/2015). FOTO: MIFTAHULHAYAT/JAWA POS

jpnn.com - TIDAK sedikit pasutri belum dikaruniai anak meski sudah menjalani bahtera pernikahan bertahun-tahun. Bagaimana pula agar perempuan berusia lebih dari 40 tahun masih bisa hamil? Aplikasi temuan Dr dr Budi Wiweko SpOG(K) yang bernama Indonesia Kalkulator of Oocytes (IKO) akan membantu menghitung kemungkinannya.

Zalzilatul Hikmia, Jakarta

Masalah-masalah kesulitan pasutri untuk mendapatkan anak sering dijumpai dokter Budi Wiweko yang bekerja di Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Banyak pasutri yang sudah menikah bertahun-tahun tetapi belum juga punya anak. Sementara itu, pasangan yang perempuannya sudah berumur lebih dari 40 tahun bisa hamil dengan mudah.

Hal itu memunculkan pertanyaan di benak Wiweko. Kapan sebetulnya waktu yang pas bagi seorang perempuan untuk bisa hamil? Lalu, apakah itu berhubungan dengan umur atau berat badan serta kondisi fisik lain sang perempuan? Wiweko ingin mencari biomarker yang tepat untuk mengetahui hal tersebut.

Berangkat dari pertanyaan itu, dokter spesialis obstetri dan ginekologi tersebut mulai melakukan penelitian pada 2008. Kebetulan, saat itu dunia kesehatan tengah menaruh perhatian pada anti-mullerian hormone (AMH). Meski, belum banyak penelitian yang menerapkan AMH dalam masalah kehamilan. AMH merupakan senyawa glikoprotein yang diproduksi sel granulosa folikel yang mengelilingi sel telur.

Wiweko yang kebetulan memiliki ’’kedekatan’’ dengan penelitian tersebut berinisiatif menerapkan AMH di Indonesia. Dia mulai meneliti fungsi AMH serta pengaruhnya pada kehamilan perempuan. Hal itu dilakukannya terhadap 1.616 pasien perempuan.

Setiap pasien yang datang berobat diminta menjalani tes darah. Setelah itu, Wiweko mencatat seluruh kadar AMH dalam tubuh mereka, kemudian mencocokkannya dengan jumlah sel telur yang dimiliki.

Dia mengakui hal itu tidaklah mudah. Beberapa kali kegagalan mampir dalam penelitiannya. Belum lagi sikap skeptis dari rekan sejawat. Banyak pihak yang meragukan penelitiannya bisa sukses. ’’Namanya juga pemeriksaan pertama ya. Memang agak susah. Jadi, banyak yang ragu kepada saya,’’ tuturnya kepada Jawa Pos.

TIDAK sedikit pasutri belum dikaruniai anak meski sudah menjalani bahtera pernikahan bertahun-tahun. Bagaimana pula agar perempuan berusia lebih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News