Berobat di Surabaya Tak Kalah Manjur Dibanding RS Luar Negeri

Berobat di Surabaya Tak Kalah Manjur Dibanding RS Luar Negeri
TAK KALAH: Tenaga medis dan fasilitas kesehatan National Hospital Surabaya yang makin mumpuni. (DImas Alif/Jawa Pos)

Dari situlah, Anna menemukan pelayanan yang diinginkan. Yaitu, melayani pasien dengan hati. Dokter-dokter yang bertindak secara profesional tidak hanya didapat saat dirinya berobat di rumah sakit. Tetapi, pascaoperasi pun, Anna tetap merasakan kehangatan pelayanan para dokter. ’’Suster dan dokternya baik. Setelah operasi, saya juga masih sering telepon dan SMS, dan terus direspons baik. Itu yang membuat saya percaya bahwa di Surabaya juga ada rumah sakit yang profesional,’’ ujar pengusaha kuliner ternama di Surabaya tersebut.

Sebenarnya, lanjut dia, yang dibutuhkan seorang pasien saat berobat adalah rumah sakit dengan tim yang bisa melayani dengan hati. Hal tersebut dia dapatkan justru di Indonesia dengan sistem kekeluargaan. Dia berharap pelayanan dengan hati tidak hanya diperoleh pada satu rumah sakit, melainkan seluruh rumah sakit di Indonesia. Dengan begitu, pasien bisa percaya dengan berobat di dalam negeri.

’’Sistem kekeluargaan belum tentu saya dapatkan di luar negeri. Belum tentu juga saat libur saya bisa telepon atau SMS untuk konsultasi. Di Indonesia, saya menemukannya,’’ tambahnya.

Saking puasnya berobat di dalam negeri, kini Anna kerap merekomendasikan teman-temannya dan keluarga yang sebelumnya sering berobat ke luar negeri untuk berobat di dalam negeri, khususnya di Surabaya. Selain mampu menangani penyakit-penyakit kronis, biaya yang dikeluarkan tidak semahal jika berobat ke luar negeri. ’’Pasti biayanya lebih hemat,’’ ujarnya.

Menurut dia, sebagian masyarakat masih menganggap bahwa pelayanan di dalam negeri kurang bagus. Karena itu, mereka takut menjalani operasi besar di dalam negeri. Padahal, hal tersebut tidak semuanya benar. ’’Kebanyakan mereka takut. Tapi, sistem kekeluargaan dan kepandaian dokter menjelaskan kepada pasien sehingga rasa takut itu sirna,’’ paparnya.

Pengalaman berharga juga didapat Askan Halim. Pria 58 tahun itu juga mempunyai pengalaman sendiri berobat di luar negeri dan dalam negeri. Askan pernah menderita hemifacial spasm (HFS) yang mengakibatkan sebagian wajahnya terlihat peyot. Berawal pada 2001, saat itu tanpa disadari sebagian wajahnya mulai dahi, mata, hingga pipi berkedut. Awalnya perubahan di wajahnya tak dihiraukan.

Namun, lama-kelamaan hal tersebut membuatnya malu saat bertemu orang. Baru pada 2006, lelaki asal Surabaya itu menjajal berbagai pengobatan dan aneka diagnosis. ’’Saya sampai ke berbagai negera seperti Malaysia, Singapura, hingga Jepang,’’ kata lelaki yang akrab disapa Koh Chung itu. Dia juga sempat terbang ke Jepang untuk mencoba pengobatan akupunktur.

Namun, atas saran seorang teman, Chung diminta kembali ke tanah air dan menemui seorang dokter bedah saraf yang ahli. Di tangan dr M. Sofyanto SpBS, HFS yang disebabkan terganggunya saraf nomor tujuh itu teratasi.

BEROBAT ke luar negeri masih menjadi pilihan sebagian warga Surabaya, terutama mereka yang berduit. Namun, perlahan-lahan hal tersebut mulai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News