Bersaing di Atas Langit, Go Digital, Go Professional

Bersaing di Atas Langit, Go Digital, Go Professional
Menpar Arief Yahya. Foto: dokumen JPNN

Lalu bagaimana dengan peta OTA (Online Travel Agent) nantinya, setelah platform baru ini beroperasi? Kalau pasar mancanegara, platform ini hanya mengubah atau mengganti traditional atau manual travel agent di Indonesia saja, agar menjadi OTA yang kompetitif. Sekaligus memperkuat OTA kecil-kecil yang selama ini sudah bergerak. Kira-kira 80% masih akan dikuasai OTA besar-besar seperti Booking.Com, C-trip, dan lainnya.

Jumlah yang berubah dari manual ke online itu, mungkin besar, ribuan perusahaan. Tetapi mereka adalah usaha-usaha yang volumenya tidak terlalu besar. “Jika mereka lincah membuat paket-paket bagus, mereka akan semakin eksis, akan semakin besar, dan bisa menaikkan market share dibandingkan dengan market OTA-OTA besar,” kata lulusan Elektro ITB Bandung, Surray University Inggris dan Program Doktoral Unpad Bandung itu. 

OTA, online travel ini, kelak akan bertarung habis di udara. Bersaing dalam kreativitas mempengaruhi orang di udara, di atas langit. Siapa yang punya angkatan udara yang hebat, dia akan memenangkan pertarungan. "Saya percaya, Indonesia punya keunggulan kompetitif di sini, cultural industry," kata Arief. 

Pertanyaannya, mengapa digitalisasi ini tidak dilakukan sejak awal 2015 lalu? Ketika pertama kali menjabat di kemenpar? Menpar Arief Yahya menyebut tahun pertama konsentrasi ke branding dan advertising. Membangun branding itu paling penting, agar jelas apa yang dijual. Harus dilebeli dulu dengan branding, kalau tidak begitu akan sangat sulit selling. “Kalaupun ngotot di selling, paling hanya akan berhenti di angka 12 juta. Karena itu urutannya memang harus brand dulu yang digenjot,” katanya.

Menpar mengibaratkan begini, ada dua produk sepatu. Yang satu ada brandingnya, misalnya Nike atau Adidas. Satu lagi, sepatu yang sama tetapi logo-logonya dicopot. Kualitas produknya sama, bahkan dibuat oleh tangan yang sama. Hanya tidak ada branding atau mereknya. Mana yang lebih bisa dijual mahal? Pasti yang berlogo lebih mahal daripada yang tidak. Bedanya bisa lebih dari 50%. “Itu contoh, kalau branding itu punya value,” kata Arief, yang ahli strategic marketing itu.

Tahun 2016 ini, Menpar memang mulai konsentrasi ke selling. Karena itu dia temui maskapai Emirates, Singapore Airlines, Garuda Indonesia, lalu menyusul akan kedatangan tamu dari Qatar Airways. Bulan ini juga berencana ke China daratan untuk bernegosiasi penerbangan langsung dari China ke Indonesia, memperbanyak akses. “Jadi, semua lini sekarang sudah disiapkan untuk selling. Berbeda pendekatan dari marketing. Selling lebih teknis, berhitung cost and benefit," katanya.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News