Besarkan Anak Difabel di Australia, Orang Tua Asal Indonesia Saling Membantu Lewat Grup WhatsApp
"Di sini lebih accepting. Jadi orang enggak melihat Nathan seperti makhluk aneh," ujarnya.
"Di sekolah ia juga diperlakukan seperti anak-anak pada umumnya. Dalam artian, kalau misalnya ada topik [tertentu, misalnya] voting, ia akan ditanya dan Nathan senang banget membahas topik seperti ini."
Menurutnya, dukungan keuangan dan kesehatan yang ditanggung pemerintah Australia juga memudahkan Nathan untuk berkomunikasi.
Perangkat bernama 'EyeGaze' yang dipasang di kursi roda Nathan membantunya menyuarakan apa yang ia ingin sampaikan.
Lawan stigma dengan mengedukasi
Sama halnya dengan Kathy, Santi juga tidak terlepas dari stigma sebagai orangtua anak berkebutuhan khusus.
Dari pengalamannya, ia sudah belajar cara untuk menanggapi orang-orang yang memberikan tatapan tidak menyenangkan kepada anaknya.
"Tapi saya memutuskan untuk mengedukasi mereka. Saya ajak mereka berkenalan dan mulai menjelaskan bahwa Nathan memang berkebutuhan khusus, tapi sama seperti orang lain," ujarnya.
"Jadi daripada kita kesal ... saya pikir dengan cara begitu orang jadi mulai paham."
Sejumlah orang tua asal Indonesia mengaku jika membesarkan anak-anak mereka di Australia tidaklah mudah karena perbedaan budaya
- Di Balik Gagasan Penerbit Indie yang Semakin Berkembang di Indonesia
- Dunia Hari Ini: 26 Tahun Hilang, Pria Aljazair Ini Ditemukan di Ruang Bawah Tanah Tetangga
- WhatsApp Menguji Coba Fitur Autoplay Animation
- Dunia Hari Ini: PM Slovakia Ditembak Sebagai Upaya Pembunuhan Bermuatan Politik
- Ramai-Ramai Tolak RUU Penyiaran: Makin Dilarang, Makin Berkarya
- Dunia Hari Ini: Aktivis Thailand Meninggal Setelah Mogok Makan di Penjara