Bima Arya

Bima Arya
Bima Arya

Bima AryaLIMA tahun lalu, saya teringat akan pertanyaan saya kepada analis politik Bima Arya tentang ingin menjadi apa ia kelak. Pada saat itu, kami duduk di kantor konsultan Charta Politik miliknya di bilangan Kebayoran Baru. Kantornya dikelilingi oleh teknologi teranyar yang digunakan untuk memonitor, mengukur dan menampilkan tren politik di tanah air.

Jawabannya mengejutkan saya: “Saya hanya ingin menjadi walikota Bogor, kampung halaman saya”.

Pada saat itu – jauh sebelum Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (“Jokowi”) muncul di pentas nasional – jawaban dari seorang anak muda yang memiliki koneksi dimana-mana, ambisi politik, dan sering wara-wiri muncul di TvOne dan MetroTV terdengar aneh dan kuno. Tidakkah ia menginginkan duduk di parlemen menjadi anggota DPR?

Sekarang, sudah pasti kita tahu bagaimana perpolitikan Indonesia mulai menyerupai Amerika. Pemimpin-pemimpin di tingkat provinsi semakin terlihat mencolok dan vokal. Ini adalah upaya mereka membuka jalan untuk mengamankan posisi penting di tingkat pusat. Di Amerika, inilah ala Bill Clinton atau George W. Bush dimana keduanya hanya gubernur sebelum mereka naik ke tingkat kepresidenan.

Beberapa pekan yang lalu, Bima telah mencapai ambisinya, memenangi pemilihan walikota Bogor meski dengan selisih suara yang tipis. Masih dengan umur yang sangat muda (empat puluh satu), dan koneksi yang ia jaga di level atas PAN serta para elit di Jakarta, keputusannya untuk tetap berada di Bogor memunculkan sedikit tanda tanya. Kemudian, saya pergi ke Bogor untuk mengetahui apa yang sebenarnya Bima rencanakan dan perhatikan untuk kota kelahirannya ini ke depan.

Ketika saya temui, Bima sedang dalam suasana hati yang bagus. Tidak mengherankan, karena bau harum kemenangannya masih menyeruak. Tetapi ketika saya bertanya mengapa ia sejak awal ingin memfokuskan Bogor, rona mukanya berubah serius.

“Setelah bertahun-tahun berdiskusi, muncul di studio televisi dan meja-meja panel dan dialog, anda mulai berpikir apa yang sebenarnya anda bisa kontribusikan untuk pembangunan bangsa.”

“Bogor adalah tempat dimana saya lahir dan sekolah, jadi bagi saya melakukan sesuatu di sini lebih bermakna secara personal”.

LIMA tahun lalu, saya teringat akan pertanyaan saya kepada analis politik Bima Arya tentang ingin menjadi apa ia kelak. Pada saat itu, kami duduk

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News