Boni: Politik Identitas di Indonesia Sudah Kebablasan

Boni: Politik Identitas di Indonesia Sudah Kebablasan
Boni Hargens. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Boni Hargens mengatakan, aspirasi yang menginginkan teks Piagam Jakarta dimunculkan kembali tidak hanya digawangi satu dua kelompok tertentu. Namun oleh satu kekuatan politik yang ingin memaksakan identitas tertentu terhadap NKRI.

Menurut Boni, sikap tersebut terkesan melekat kuat dengan kebangkitan perda-perda bernuansa keagamaan di banyak daerah. Mereka memanfaatkan reformasi sebagai pintu gerbang.

"Saya kira ini penting menjadi perhatian bersama. Karena para pendiri bangsa telah berbesar hati menghapus tujuh kata di sila pertama Pancasila berdasarkan Piagam Jakarta. Harus diingat, kebesaran hati para pendiri bangsa membuat NKRI bertahan dengan Pancasila, yang dianggap sebagai model terbaik," ujar Boni di Jakarta, Sabtu (24/11).

Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini kemudian menyarankan agar pemerintah pusat mengkaji ulang keberadaan perda-perda bernuansa agama. Jika tidak sesuai dengan Pancasila, sebaiknya segera direvisi.

Boni juga menilai politik identitas belakangan ini mulai menguat. Secara umum hal tersebut sangat normal. Karena politik identitas salah satu upaya untuk mencari pengakuan terhadap keberadaan suatu kelompok masyarakat.

"Cuma yang menjadi masalah, yang terjadi di Indonesia politisasi terhadap identitas dan itu kebablasan," ucapnya di sela-sela diskusi 'Memahami Perda Syariah dan Perda Injil dalam Bingkai Pancasila'.

Kelompok tertentu, kata Boni kemudian, terkesan mencoba memainkan politik identitas untuk kepentingan politik jangka pendek. Tak heran, menghalalkan segala cara.

Misalnya, memunculkan dikotomi seolah-olah negara bersalah melakukan penindasan. Namun, tidak pernah jelas di mana letak kesalahan negara yang dimaksud. Contoh lain, tiba-tiba muncul dikotomi Presiden Joko Widodo anti Islam.

Pengamat politik Boni Hargens mengatakan, aspirasi yang menginginkan teks Piagam Jakarta dimunculkan kembali tidak hanya digawangi satu dua kelompok

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News