BPOM Sebut Bahaya di Migrasi Bahan Kimia BPA

BPOM Sebut Bahaya di Migrasi Bahan Kimia BPA
BPOM. Foto dok BPOM

Penelitian dengan metode studi epidemiologi deskriptif dilakukan oleh sejumlah pakar ekonomi kesehatan yang menggunakan estimasi berdasarkan 'prevalence-based' untuk mengkaji beban ekonomi.

"Dipilih satu penyakit dengan dukungan banyak publikasi yang ilmiah. BPA merupakan 'endocrine disruptor' (zat kimia yang dapat mengganggu fungsi hormon normal pada manusia) berdasarkan penelitian berkolerasi pada sistem reproduksi pria atau wanita seperti infertilitas (gangguan kesuburan)," katanya.

Berdasarkan hasil studi Cohort di Korea Selatan (Journal of Korean Medical Science) pada 2021, ada korelasi peningkatan infertilitas pada kelompok tinggi paparan BPA dengan odds ratio atau rasio paparan penyakit mencapai 4,25 kali.

"Diperkirakan beban biaya infertilitas pada konsumen AMDK galon yang terpapar BPA berkisar antara Rp16 triliun sampai dengan Rp30,6 triliun dalam periode satu siklus in-vitro fertilization (IVF)," katanya.

Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat untuk jangka panjang, kata Rita, beberapa negara telah mengetatkan standar batas migrasi BPA.

"BPOM belajar dari tren yang berlangsung, dinamika regulasi negara lain, dan mempertimbangkan kesiapan industri pangan serta dampak ekonomi," jelasnya.

Sebelum menuju pada standar yang lebih ketat, kata Rita, pada tahap awal BPOM melakukan revisi pelabelan BPA pada air kemasan.

Selain itu, BPOM juga mendapatkan dukungan dan masukan dari elemen masyarakat dan akademisi terkait standar aman air minum dalam kemasan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan sejumlah kecenderungan mengkhawatirkan pada migrasi bahan kimia Bisphenol A (BPA)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News