Bu Guru Honorer Ini Selalu Bawa Sangkur, Begini Kisahnya

Bu Guru Honorer Ini Selalu Bawa Sangkur, Begini Kisahnya
Satriani, guru honorer, bersama warga menyusuri jalan setapak menuju Bakka, Kelurahan Bontoa, Kecamatan Minasatene, Pangkep. Foto: SAKINAH FITRIANTI/FAJAR/JPG

Ibu dua anak itu sebenarnya masih berstatus guru honorer. Mengampu mata pelajaran agama Islam. Sejak 2008. Kendati begitu, dia bertahan. Tetap mengabdi di tengah kondisi berat.

Tawaran untuk pindah lokasi mengajar memang kerap datang kepadanya. Sekerap itu pula dia menolak. Bagi dia, murid-murid dan masyarakat Bakka sudah seperti keluarga sendiri. Dia betah mengajar di atas perbukitan itu.

Perjuangannya dimulai setelah salat Subuh berjamaah dengan suaminya yang sehari-hari bekerja sebagai petani. Satriani mengendarai sepeda motor ke permukiman warga di Kelurahan Bontoa. Jaraknya 8 kilometer.

”Jadi, memang perjalanan saya tiap hari cukup jauh. Sekitar 30 kilometer tiap hari,” katanya.

Setengahnya dilalui dengan kendaraan. ”Kemudian, setengah lagi dilanjut dengan jalan kaki,” sambung perempuan kelahiran Samaelo, 20 Juli 1986, itu.

Kerap dia jumpai binatang liar di perjalanan. Saat berada di tengah hutan. Mulai ular aneka ukuran dan jenis hingga babi hutan.

Alasan itulah yang membuat dia selalu sedia sangkur di ransel yang dibawanya tiap hari. Senjata tajam tersebut digunakan sebagai alat berjaga-jaga saja.

”Apalagi kalau saya sendirian jalan pulang. Biasa sudah, malam baru sampai di rumah dan keluar dari rumah masih subuh,” kata guru pendidikan agama Islam itu.

Sudah selama satu dekade, Satriani yang merupakan guru honorer, harus mendaki dan melintasi hutan untuk menuju sekolah tempatnya mengajar.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News