Buat yang Getol Bermedsos, Jangan Mudah Percaya Kabar Viral

Buat yang Getol Bermedsos, Jangan Mudah Percaya Kabar Viral
Pekan literasi digital di Sumba Timur, NTT diikuti sekitar 2.000 peserta. Foto dokumentasi Kemenkominfo

“Salah satu tantangan literasi digital pada saat ini adalah banyaknya informasi yang diterima masyarakat, sehingga harus jeli melihat informasi yang benar agar tidak terpapar informasi negatif seperti isu SARA, pornografi, hoaks, dan lainnya,” kata David Melo Wadu.

Ada empat kelas literasi digital yang diselenggarakan secara paralel dengan narasumber yang kompeten di masing-masing kelas.

Empat kelas literasi digital tersebut, yaitu Obrol-Obrol Literasi Digital, Kelas Asah Digital, Kelas Kebal Hoaks, dan Gali Ilmu.  

“Dalam komunikasi digital harus tahu dengan siapa berkomunikasi agar menyesuaikan dengan budaya dan bahasa daerah lain,” Soni Mongan, trainer di sesi Kelas Asah Digital.

Selain membahas tentang empat pilar literasi digital, kegiatan ini juga menghadirkan materi mengenai pembuatan konten dan penggunaan media sosial oleh Kreator Konten, Ibob Tarigan. 

Adi Syafitrah dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) memberikan penjelasan mengenai bagaimana reaksi yang benar ketika membaca berita, baik yang viral atau lainnya agar terhindar dari hoaks.

Dia menyarankan ketika menerima informasi, bacalah keseluruhan kabar tersebut, jangan hanya judulnya. Karena banyak oknum atau media yang memanfaatkan rasa penasaran melalui judul.

"Kadang merasa sudah tahu isi berita hanya dari judulnya, padahal apa yang ada di pikiran kita belum tentu benar,” kata Adi Syafitrah. (esy/jpnn)

Para pengguna media sosial (medsos) harus mendapatkan literasi digital agar tidak mudah percaya kabar viral.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News