Budak

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Budak
Perdana Menteri Kerajaan Belanda Mark Rutte di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (7/10/2019). Arsip/Foto: Ricardo

Belanda hanya mengakui perbudakan di Suriname, Antalia, dan Curacao yang nota bene wilayah Barat.

Sementara penjajahan di Indonesia hanya disebut sepintas tanpa ada permintaan maaf khusus.

Jejak perbudakan Belanda di Indonesia sangat jelas dan masih teramat banyak bukti yang bisa dikumpulkan.

Sejarawan dan budayawan Betawi Ali Shahab membuat kronikel praktik penjualan budak di Hindia Belanda dalam buku ‘’ Betawi Tempo Doeloe; Robin Hood Betawi’’.

Pada 1800-an, Jan Pieterzoon Coen, yang ketika itu menjadi gubernur jenderal Belanda, membuka sentra sentra penjualan budak di Batavia, terutama para budak yang berasal dari Manggarai di Nusa Tenggara Timur.

Lokasi pasar budak itu sekarang dinamakan sebagai Kampung Manggarai.

Sejarah perbudakan di Batavia diawali saat Coen menaklukkan Jayakarta pada 1619 dan mengganti namanya menjadi Batavia.

Ketika itu kondisi kota nyaris tanpa penduduk, karena orang-orang pribumi Jawa dan Sunda kabur karena takut dibunuh.

Belanda harus mengakuinya terus terang dan meminta maaf, serta membayar ganti rugi untuk bangsa Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News