Budak
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Bersamaan dengan itu Belanda membutuhkan tenaga kerja untuk membangun kota yang hancur karena peperangan.
Orang-orang Belanda kemudian mendatangkan para tawanan perang dari berbagai tempat seperti Manggarai, Bali, Bugis, Arakan, Makassar, Bima, Benggala, Malabar dan Kepulauan Koromandel di India.
Mereka dipekerjakan dalam berbagai proyek pembuatan benteng, loji, jalan, dan rumah-rumah para pejabat kompeni.
Seiring perkembangan Batavia yang begitu pesat, bisnis perbudakan makin marak.
Selain untuk memenuhi tenaga kerja, budak-budak perempuan pun kemudian didatangkan guna mengurus rumah tangga dan bahkan memenuhi nafsu biologis kaum laki-laki penghuni Batavia.
Mula-mula harga budak ditentukan oleh usia dan tenaga saja.
Akan tetapi pada abad ke-18, harga jual seorang perempuan muda meroket tinggi, jauh dua sampai tiga kali lipat harga seorang budak lelaki.
Itu terjadi karena pada saat itu permintaan akan budak perempuan--terutama dari kalangan pebisnis Tionghoa--sangat tinggi.
Belanda harus mengakuinya terus terang dan meminta maaf, serta membayar ganti rugi untuk bangsa Indonesia.
- Indonesia Mengutuk Keras Aksi Biadab Warga Sipil Israel di Perbatasan Gaza
- Wanita-Wanita Belanda Mengamuk di Laga Pembuka VNL 2024
- Indonesia Terus Perjuangkan Hak Istimewa Palestina di PBB
- Final Uber Cup 2024: China Terlalu Tangguh buat Indonesia
- Menang Tipis dari Juara Bertahan, Indonesia Ketemu China di Final Uber Cup 2024
- Indonesia Jadi Tuan Rumah World Artistic Gymnastic, Menpora Dito Beri Komentar Begini