Bukti Korupsi di KBRI Tiongkok Makin Kuat

Dua Eks Dubes Terlibat

Bukti Korupsi di KBRI Tiongkok Makin Kuat
Bukti Korupsi di KBRI Tiongkok Makin Kuat
JAKARTA - Tidak sia-sia tim penyidik Kejaksaan Agung jauh-jauh terbang ke Tiongkok untuk mengusut dugaan korupsi pemungutan biaya kawat (biaya telepon dan e-mail) di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tiongkok. Pemeriksaan terhadap sejumlah saksi memperkuat dugaan korupsi yang dilakukan dua tersangka, yakni mantan Dubes Tiongkok periode 2000-2004, Letnan Jenderal (pur) Kuntara dan Laksamana Madya (pur) A.A. Kustia.

"Kesimpulannya, semua sangat mendukung ke arah pembuktian," kata Kapuspenkum Kejagung Jasman Pandjaitan di Kejagung, Rabu (10/12). Di Negeri Tirai Bambu itu, tim penyidik memeriksa sembilan saksi untuk satu tersangka. "Tim juga menyita dokumen-dokumen asli terkait biaya kawat," imbuhnya.

Temuan kejaksaan dalam kasus itu membeberkan bahwa KBRI Tiongkok telah menarik biaya untuk setiap pemohon visa, paspor, serta surat perjalanan laksana paspor (SPLP). Nilai biaya kawat (telepon dan e-mail) tersebut 55 yuan atau USD 7 (sekitar Rp 67 ribu, kurs kemarin) per pemohon. Namun, pungutan yang seharusnya masuk kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) itu justru digunakan untuk keperluan pribadi.

Berdasar data di kejaksaan, pungutan terjadi sejak Mei 2000 hingga Oktober 2004. Total uang yang terkumpul dalam tempo empat tahun lebih itu mencapai 10.275.684,85 yuan atau sekitar Rp 14,4 miliar dan USD 9.613 (Rp 92 juta). Pungutan tersebut didasarkan Surat Keputusan Kepala Perwakilan Republik Indonesia untuk Republik Rakyat China No 280/KEP/IX/1999.

JAKARTA - Tidak sia-sia tim penyidik Kejaksaan Agung jauh-jauh terbang ke Tiongkok untuk mengusut dugaan korupsi pemungutan biaya kawat (biaya telepon

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News