Bung Karno dan Kesunyian di ‘Penjara Kecil’ Itu

Bung Karno dan Kesunyian di ‘Penjara Kecil’ Itu
Bung Karno dan Soeharto. Foto: Public Domain

“Ada peringatan saat itu, tidak seorang pun anggota keluarga boleh menemani. Sejak saat itu tempat Bapak dijaga ketat, sunyi, sepi sekali. Bisa dibayangkan betapa kesunyian mencekam di gedung besar itu,” keluh perempuan kelahiran 27 September 1950 itu.

Putri mana yang tega membayangkan sang ayah sekarat, sakit dan sendirian di balik gedung sunyi itu. Rachmawati dan keluarga akhirnya harus pasrah bersabar hingga 1969. Saat itu, Bung Karno diperbolehkan lagi bertemu keluarga. Lalu apa yang terlihat saat itu? Keluarga hanya bisa menelan kepahitan melihat kondisi Bung Karno yang tampak tidak terurus dengan baik.

“Mengapa sampai separah itu keadaan Bapak. Saya tidak habis pikir, sedih bercampur gemas waktu itu. Ketika saya menanyakan pada Bapak, hanya berkata itu untuk interogasi,” beber Rachmawati.

Sejak itu kondisi Bung Karno memang tidak lebih. Dia hanya bisa berbaring karena jalan pun sudah tak sanggup. Harus dipapah. Terkadang tidur di atas sofa. Tapi Bung Karno tetap membaca majalah. Kebiasaan itu tidak ditinggalkannya. Salat dilakukannya sambil berbaring. Pemeriksaan kesehatan, kata dia, ala kadarnya saja. Padahal Bung Karno butuh perawatan khusus. Namun, keluarga tetap menyaksikan Bung Karno dengan kegigihan di saat lemahnya itu.

“Kesedihan itu  ditutupi dengan perasaan Bapak adalah seorang pejuang besar hingga kepedihan dan kesedihan ini adalah hanya konsekuensi dari perjuangannya,” tutur Rachmawati. Keluarga dengan segala kondisi yang ada tetap menguatkan sang Bapak Bangsa hingga akhir hayatnya. (flo/jpnn)

 



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News