Bung Karno Pemikir Islam yang Jadi Inspirator Pemimpin Arab

Bung Karno Pemikir Islam yang Jadi Inspirator Pemimpin Arab
Ilustrasi sosok Bung Karno. Foto: Antaranews

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksektif Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) Iqbal Hasanuddin menilai Proklamator RI Bung Karno merupakan pemikir Islam yang banyak menginspirasi pemimpin Arab.

Iqbal mengatakan, buku berjudul Di Bawah Bendera Revolusi menunjukkan Soekarno kerap menjadikan Islam sebagai topik pembahasan.

Dalam ulasan buku itu, baik sebagai nilai-nilai normatif maupun manifestasinya di dalam sejarah, Islam dipikirkan oleh Soekarno secara terbuka, dialogis, kritis, sekaligus konstruktif.

Hal itu disampaikan Iqbal saat menjadi narasumber dalam Tadarus Ramadan bertema Soekarno dan Pemikiran Islam yang dilaksanakan Generasi Islam Milenial (Genial) Indonesia secara daring melalui aplikasi zoom, Kamis (15/4).

Iqbal menjelaskan, sebagai seorang anak yang lahir dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Muslim-Jawa dan terlibat aktif dalam gerakan Sarekat Islam, Soekarno memiliki ketertarikan pada agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW itu.

Misalnya, berkat jaringan yang dimiliki Tjokroaminoto sebagai Ketua Central Sarekat Islam, Soekarno bisa berkenalan dengan Kiai Ahmad Dahlan dan ikut pengajian-pengajiannya di Surabaya.

"Lewat jaringan yang sama pula, Soekarno bersahabat dengan Kiai Mas Mansur. Berkat kedekatan dan kesamaan pandangan dengan tokoh-tokoh penting Muhammadiyah itu pula, Soekarno belakangan memutuskan untuk menjadi anggota Muhammadiyah saat menjalani masa hukuman oleh pemerintah Hindia Belanda di Bengkulu 1938-1942," jelas Iqbal.

Selain itu, sambung Iqbal, Soekarno banyak membaca buku-buku tentang perkembangan Islam di dunia modern. Literasi itu dibaca Soekarno melalui buku-buku yang berbahasa Inggris, Belanda, dan Eropa.

Sementara buku-buku tentang Islam dan pemikiran tokoh-tokoh muslim yang menjadi referensi utama Sukarno adalah karya para pemikir dunia. Seperti Sayyid Amir Ali, Farid Wajdi, Jamaluddin al-Afghani, Mohammad Abduh, Ali 'Abd alRaziq, Qasim Amin, Halide Edib Hanoum, dan lain-lain.

"Jelas bahwa Soekarno memiliki minat yang sangat besar pada tema pembaruan modern dalam Islam. Dalam konteks itu, Soekarno membuat beberapa tulisan tentang pemikiran Islam, khususnya yang terkait dengan pembaruan Islam. Di antaranya adalah Surat-surat Islam dari Endeh yang merupakan dokumentasi dari dialog antara Soekarno di Endeh dan Ahmad Hassan dari Persatuan Islam di Bandung," ungkap Iqbal.

Iqbal menilai Soekarno merupakan seorang pemikir yang punya perhatian terhadap persoalan pembaruan modern dalam Islam. Bahkan bila dilihat segi kualitasnya, tulisan-tulisan Soekarno tentang pemikiran Islam tampak memiliki bobot yang patut untuk diperhitungkan sebagai sebuah model interpretasi untuk aksi.

Terutama terletak pada upaya Soekarno dalam melakukan kontekstualisasi doktrin Islam dalam realitas keindonesiaan dan kemodernan.

"Sebagai contoh, bisa melihat artikel Soekarno berjudul Memudakan Pengertian Islam. Di dalamnya, Soekarno menyampaikan pandangan-pandangan yang sangat asli tentang reinterpretasi pemahaman keagamaan dalam Islam. Apa yang ditulis oleh Soekarno itu senada dengan pandangan-pandangan Muhammad Iqbal dari Pakistan yang dituliskan dalam buku the Reconstruction of Religious Thought in Islam," jelas Iqbal.

Dalam pandangan Soekarno, kata Iqbal, Islam itu terdiri dari dua hal, yaitu rohnya dan berbagai manifestasinya dalam sejarah. Soekarno membuat metafora api Islam untuk menyebut dimensi rohani yang
bersifat universal atau shalih li kulli zaman wa makan.

Namun, sebagai manifestasi, Islam terikat oleh ruang dan waktu tertentu. Bagi Soekarno, katup penghubung antara api Islam yang universal dan manifestasinya dalam ruang dan waktu tertentu adalah pengertian-pengertian umat muslim tentang Islam.

"Di setiap waktu dan tempat, kaum muslim membuat pengertian-pengertian tertentu terhadap Islam universal. Melalui pengertian-pengertian tersebut, universalitas Islam berjumpa dengan partikularitas tatanan masyarakat tertentu. Pengertian-pengertian yang tepat akan membuat Islam memiliki relevansi yang tinggi bagi kaum Muslim dan manusia pada umumnya di zaman tersebut," jelas Iqbal.

Dalam pikiran Soekarno, kata Iqbal, realitas sosial senantiasa berubah setiap saat, karenanya pengertian-pengertian tentang Islam harus selalu diperbaharui. Cara Islam dipahami dan dijalankan pada abad ketujuh di Jazirah Arab tentu berbeda dari cara Islam dipahami dan dijalankan pada abad ke-20 di Indonesia.

Di setiap masa, di setiap abad, dibutuhkan pengertian-pengertian tentang Islam yang baru dan berbeda dari sebelumnya. Inilah yang dimaksud dengan memudakan pengertian Islam oleh Soekarno.

"Soekarno bukan hanya pantas disebut sebagai pemikir Islam, tetapi juga sebagai seorang tokoh pembaruan Islam yang memiliki peran penting bagi kaum muslim dan kemanusiaan di Indonesia di abad ke-20," kata Iqbal.

Dosen Sastra Arab Universitas Padjajaran (Unpad) yang juga alumnus Timur Tengah Uus Rustiman, ikut mengafirmasi pernyataan Iqbal. Misalnya di Mesir ada buku terbitan 1959 berjudul “al-‘Audah ilâ Iktisyâf Tsauratinâ. Buku bersampul wajah Bung Karno merupakan kajian atas wacana yang bersumber dari pidato Presiden Pertama RI Bung Karno dalam peringatan 14 tahun Kemerdekaan RI.

"Bung Karno memang bukan hanya pemimpin dan pemikir bagi Indonesia, melainkan juga bagi negara-negara di Timur Tengah. Bayangkan, Gamal Abdul Naser saja yang disebut sebagai pemimpin dunia Arab, menganggap guru pada Bung Karno. Bung Karno sangat berpengaruh bagi kemerdekaan negara-negara di Timur Tengah," kata Uus. (tan/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

Bung Karno memang bukan hanya pemimpin dan pemikir bagi Indonesia, melainkan juga bagi negara-negara di Timur Tengah.


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News