Butuh Kecermatan untuk Menganalisis Data Perberasan

Butuh Kecermatan untuk Menganalisis Data Perberasan
Beras. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Pemasukan beras tahun 2015 total 954.991 ton lebih tinggi dari 2014 sebesar 812.974 ton.  Demikian juga stok beras PIBC 2016 rerata 44.785 ton per bulan atau lebih tinggi 19,8 persen dibandingkan 2015 sebesar 37.390 ton per bulan.

Pada 2015, stok beras PIBC lebih tinggi 32,4 persen dibandingkan 2014 sebesar 28.250 per bulan.  "Data di 10 pasar besar lainnya juga menunjukan stok beras di pasaran melimpah pada 2015 dan meningkat lagi pada 2016," tutur Alhe.

Parameter ketiga adalah tentang harga. Alhe mengatakan, sebaiknya berhati-hati menganalisis harga beras dikaitkan produksi.

Menurut Alhe, uji statistik menunjukkan tidak ada korelasi  jumlah pasokan beras dengan harga eceran.  Pembentuk harga beras eceran antara lain sistem distribusi, logistik, tata niaga, struktur dan perilaku pasar.

Kondisi stok beras di pasaran melimpah di saat paceklik Januari-Februari 2016 menunjukkan ada surplus pada akhir 2015 dan diindikasikan beras pada November 2015-awal Januari 2016 sembunyi ada di gudang-gudang. Sedangkan tindakan segelintir orang baik kartel, tengkulak ataupun spekulan yang menahan stok di saat paceklik sehingga harga melambung tinggi Rp 9.000-Rp 12.500 per kilogram dan melepas stok menjelang musim panen raya sehingga harga beras jatuh Rp 7.500-8.500/kg merupakan perilaku pasar yang tidak sehat.

"Berkaitan dengan harga beras, Andreas kan hanya menyajikan data harga yang tinggi pada bulan tertentu saja sejak Oktober 2014 sampai Februari 2016. Ini buktinya analisis data BPS series bulanan harga eceran rerata tahun 2014 meningkat 0,62 persen, 2015 kenaikannya semakin melambat menjadi 0,57 persen dan pada 2016 boleh dikatakan stabil karena hanya naik 0,08 persen.  Ini kan artinya harga eceran beras dari tahun ke tahun menunjukkan mengarah ke stabil.  Bahkan Pemerintah pada bulan Puasa dan Idul Fitri berhasil menjaga harga pangan stabil, ya stabilitas harga saat Lebaran ini seumur umur tidak terjadi," sebut Alhe.

Parameter keempat adalah impor. Alhe mengatakan, Andreas menyajikan data impor beras tahun 2014 sebesar 0,84 juta ton, 2015 sebesar 0,86 juta ton, 2016 sebesar 1,28 juta ton serta 2017 sebesar 71 ribu ton.

Untuk itu, Alhe menyesalkan Andreas tidak menganalisis data sehingga seolah terjadi impor semakin tinggi meski faktanya tidak demikian. "Impor beras 2016 itu sebagian besar masuk pelabuhan Indonesia awal 2016 dan dicatat BPS pada 2016. Itu adalah beras medium luncuran impor BULOG dari kontrak Oktober 2015," jelasnya.

Peneliti Suropati Syndicate Alhe Laitte mengajak publik berhati-hati dalam menganalisis data beras. Sebab, kedangkalan dalam menganalisis bisa berdampak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News