Cawalkot Mesti Punya Duit Rp20 Miliar
Selasa, 04 Juni 2013 – 07:50 WIB
BOGOR - Tradisi politik "dagang sapi" jelang hajatan demokrasi lima tahunan, tak bisa dihindari para calon walikota (cawalkot). Bagi kader partai politik (parpol), mungkin dimudahkan dengan adanya kedekatan struktural. Tapi bagi kalangan eksternal, maka harus rela merogoh kocel dalam-dalam.
Dalam politik "dagang sapi" dikenal istilah untung depan dan untung belakang. Untung depan untuk transaksi "mahar" atau dana pemenangan selama Pilkada digelar. Sementara untung belakang untuk transaksi setelah cawalkot tersebut berhasil menang, biasanya berupa jatah proyek APBD.
“Bila cawalkotnya kader parpol, biasanya dibangun kontrak politik jangka menengah, sehingga bisa bisa menggakses APBD. Bila cawalkotnya dari nonparpol, misalnya birokrat, bisanya beli putus tanpa pembicaraan jangka menengah lebih detail. Bisa dibilang beli putus,” kata sumber Radar Bogor (Grup JPNN) dari lingkungan parpol Kota Bogor.
Celakanya, saat perahu parpol terbatas, kemunculan cawalkot justru tak terbendung. Paling banyak dari kalangan birokrat, dari mantan sekda, sekda aktif, asisten daerah, kepala dinas, hingga kepala bagian ikut memproklamirkan diri sebagai cawalkot Bogor.
BOGOR - Tradisi politik "dagang sapi" jelang hajatan demokrasi lima tahunan, tak bisa dihindari para calon walikota (cawalkot). Bagi kader partai
BERITA TERKAIT
- 10 Ribu Warga Papua Akan Direkrut Jadi Polisi, Sahroni: Polri Makin Dekat dengan Rakyat
- Mahakam Ulu & Kubar Direndam Banjir, Irwan Demokrat Soroti Minimnya Mitigasi
- Sukarelawan Alap-Alap Dukung Jokowi Masuk Partai Politik
- Kepala Suku: Siapa Berniat Gagalkan Pilkada, Silakan Ditindak!
- Pilkada 2024: Agus Sutiadi Ajak Generasi Muda Bersama Membangun Kabupaten Tangerang
- Koalisi Masyarakat Sipil Khawatir Revisi UU TNI Kembalikan Dwifungsi ABRI