Centra Initiative: Revisi UU TNI Tidak Usah Dilanjutkan

Centra Initiative: Revisi UU TNI Tidak Usah Dilanjutkan
Diskusi tentang revisi UU TNI yang digelar PBHI di Sadjoe Cafe, Tebet, Jakarta Selatan pada Jumat (21/7). Foto: dokumentasi PBHI

jpnn.com, JAKARTA - Pegiat HAM dari Centra Initiative Feri Kusuma menyebut Revisi UU TNI tidak boleh melanggar prinsip-prinsip negara demokrasi. Salah satunya dengan penambahan istilah 'keamanan' sebagai tugas dan fungsi TNI.

Hal itu disampaikan Feri dalam diskusi publik bertema ”RUU TNI: kajian Kritis dalam Konteks Gerakan Sosial Buruh dan Demokrasi” yang diadakan Pusat Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), di Sadjoe Cafe, Tebet, Jakarta Selatan pada Jumat (21/7).

Feri mengingatkan bahwa gerakan Reformasi 1998 merupakan titik balik dari kemarahan rakyat atas otoritarianisme dan dominasi militer dalam politik di Indonesia.

Dia bahkan menganggap TNI tidak mengakui Gerakan Reformasi 1998, termasuk amendemen terhadap Konstitusi.

"Revisi UU TNI yang memuat ketentuan soal peradilan militer sejatinya merupakan bentuk penolakan terhadap konstitusi dan Gerakan Reformasi 1998 itu sendiri," ucapnya sebagaimana siaran pers.

Menurut Feri, dalam rancangan revisi UU TNI yang beredar, militer akan diadili melalui peradilan militer apa pun bentuk pelanggarannya.

"Contoh lain adalah sampai hari ini konvensi tentang penghilangan orang secara paksa tidak kunjung diratifikasi karena adanya keberatan dari TNI. Dengan kata lain, rancangan revisi UU TNI yang beredar belakangan ini bertentangan dengan UUD," tuturnya.

Dia menyebut publik baru tahu revisi UU TNI ini pada April 2023, itu artinya ada proses yang dilanggar terkait tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan.

Pegiat HAM dari Centra Initiative Feri Kusuma menyebut Revisi UU TNI tidak boleh melanggar prinsip-prinsip negara demokrasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News