Ceritalah, Terus Berlanjut!

Ceritalah, Terus Berlanjut!
Ceritalah, Terus Berlanjut!
PAGI yang cerah sekitar pukul 07.00 saya sedang di atas dermaga yang tersusun dari kayu di Kuala Kedah. Lima jam kemudian waktu berjalan, saya sudah berada di dalam perahu berukuran delapan meter di tengah Selat Malaka. Saya sedang belajar bagaimana menjaring ikan dengan kumparan.

Sehari sesudahnya, saya sudah bersama dengan seorang mekanik motor yang berasal dari Penang. Lelaki berambut oranye ini sedang memeriksa cairan karburator dari kendaraan kami. Sembari menyetir kendaraan yang membawa saya ke pulau Penang, dia menceritakan sekilas hobi masa lalunya; balapan mobil yang memacu adrenalin, mengundang marabahaya, mengintai kematian dan sekaligus sebagai pembebasan ekspresi diri.

Baca Juga:

Seminggu setelahnya, saya lagi-lagi sudah berada di suatu tempat yang baru. Saya sedang duduk menghadiri upacara pernikahan Katolik berbahasa Malaysia di Keningau, Sabah. Saya mendengarkan dengan seksama pelayanan yang dipanjatkan, sebuah bahasa yang digunakan oleh nenek moyang saya juga, bahasa yang bagi orang Indonesia terdengar lumrah.

Namun di Malaysia dengan segala hubungan antar-ras dan agama yang sangat mudah tersulut, penggunaan Bahasa Malaysia, khususnya kata “Allah” di dalam pelayanan gereja menjadi isu politik besar. 

PAGI yang cerah sekitar pukul 07.00 saya sedang di atas dermaga yang tersusun dari kayu di Kuala Kedah. Lima jam kemudian waktu berjalan, saya sudah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News