Cinta Berat Sejarah, Dwi Cahyono Bangun Museum Pribadi di Malang

Ada Gua Pertapaan Ken Arok dan Penjara Jepang di Restoran

Cinta Berat Sejarah, Dwi Cahyono Bangun Museum Pribadi di Malang
SEJARAH PAHIT: Dwi Cahyono, di salah satu ruangan Museum Malang Tempo Doeloe yang menggambarkan penjara jaman Jepang tahun 1943. Foto; Doli Siregar/RADAR MALANG
Ketika berbisnis rumah makan, anak kedua dari pasangan H Abdul Madjid dan Hj Nur Sriati (pemilik restoran Rawon Nguling, Probolinggo, Red) itu pun tidak lupa memberikan sentuhan sejarah. Ketika dia membuat rumah makan (RM) Cahaya Ningrat pada 1996, lulusan Universitas Merdeka Malang tersebut merelakan salah satu ruangnya untuk menampung benda-benda purbakala (cagar budaya).

"Saya prihatin ketika menyaksikan arca-arca peninggalan Kerajaan Majapahit rusak karena tak ada yang merawat. Karena itu, setelah mendapat izin dari Direktorat Peninggalan Sejarah dan Purbakala, arca-arca itu saya simpan untuk sementara di tempat usaha saya sampai benar-benar ada tempat khusus untuk menampungnya," jelas bapak empat anak tersebut.

Kala itu sebanyak 76 arca di-openi Dwi. Salah satu arca memiliki berat hingga 2 ton. Dwi rela mengeluarkan dana sekitar Rp 1,5 juta setiap bulan guna merawat benda-benda peninggalan sejarah masa silam tersebut. Tiga tahun kemudian arca-arca itu diboyong ke Kantor Balai Arkeologi Malang.

Aroma peninggalan sejarah juga dia torehkan di RM Inggil, usaha kuliner miliknya di Jalan Gajah Mada, Malang. Dia menyulap RM Inggil menjadi resto yang berkonsep museum. "Terserah orang mau menyebut museum resto atau resto museum," katanya.

Yang dilakukan Dwi Cahyono, pengusaha Kota Malang, ini tergolong langka. Dia membangun museum pribadi tentang sejarah kota di ujung selatan Jawa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News