Covid-19 dan Ancaman Kerawanan Pilkada 2020

Oleh: Yoseph Aurelius Lado

Covid-19 dan Ancaman Kerawanan Pilkada 2020
Aktivis PMKRI dan SKPP Bawaslu Kota Administrasi Jakarta Pusat, Yoseph Aurelius Lado. Foto: Dokpri

jpnn.com - Setelah sosial distancing, physical distancing, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang masih diterapkan dan diberlakukan hingga batas waktu yang belum ditentukan, sekarang pemerintah mengimplementasikan kebijakan baru disebut New Normal.

Menurut Wiku Adisamito, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19), New normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal, namun dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan virus corona jenis baru, penyebab Covid-19.

Pendisiplinan protokol kesehatan akan dikawal ketat oleh jajaran TNI dan Polri. Dalam konteks bernegara, Pandemi ini mempengaruhi ideologi, kultur birokrasi dan kultur politik kita. Salah satunya terkait Pilkada.

Tahun ini, jagat perpolitikan Indonesia dijadwalkan akan menyelenggarakan Pilkada seretak 2020. Di dalam UUD 1945 Pasal 18 ayat (4): “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.”

Frasa dipilih secara demokratis dimaknai dipilih melalui pemilihan secara langsung. Pilkada adalah bentuk nyata dari kedaulatan rakyat yang diwujudkan melalui pemilihan umum secara serentak disetiap daerah baik di provinsi maupun di kabupaten/kota. Pilkada serentak tahun ini tidak berlangsung disemua provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia melainkan hanya mencakup 9 provinsi dan 261 kabupaten/kota.

Namun, kontestasi politik ini menuai polemic di tengah masyarakat termasuk para pengamat politik, hukum dan penggiat demokrasi dan pemilu. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat yang terdiri dari berbagai organisasi dan tokoh publik seperti Netgird, Netfid, Perludem, PUSaKO FH Unand, Pusakapol UI, Rumah kebangsaan, Kopel, JPPR, KIPP Indonesia, dan PPUA Disabilitas melayangkan petisi daring melalui situs change.org agar penyelenggaraan Pilkada yang semestinya digelar pada Desember 2020 ditunda ke tahun 2021, alasanya adalah mencegah penyebarluasan pandemic.

Saat ini, sudah ada 62 negara yang menunda pemilu/pemilihan, ada 4 negara yang menunda pemilu/pemilihan ke tahun 2021, yaitu Paraguay (pemilu nasional), Inggris (pemilu local), Australia (pemilu local), dan Kanada (pemilu local). Dan 20an negara lainnya tetap menyelenggarakan pemilu/pemilihan seperti India, Mongolia, Queensland dan Korsel.

Meskipun Pilkada serentak telah dilakukan sejak tahun 2015 dan masyarakat Indonesia sepertinya terlatih menghadapi Pilkada serentak akan tetapi tidak menutup kemungkinan potensi kecurangan pemilu (electoral fraud) terjadi. Perbedaan mekanisme dan kerja-kerja teknis penyelenggara Pilkada serentak 2020 serta dilihat dari aspek pandemic Covid-19 bukan tidak mungkin membuka peluang kecurangan pemilu (electoral fraud) disetiap tahapannya.

Ada beberapa indikator Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) pada Pilkada 2020 di antaranya, otoritas penyelenggara pemilu, kampanye, relasi kuasa di tingkat lokal, dan partisipasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News